Desain Model
Pembelajaran Smith and Ragan
Sebagai seorang teorektikus ulung,
Smith & Ragan mencoba mengelaborasi tentang model pembelajaran pengajaran
(instruction) sebagai usaha menyampaikan informasi dan kegiatan-kegiatan yang
memfasilitasi pencapaian yang diinginkan oleh peserta didik berupa tujuan
khusus pembelajaran (Specific Learning Goals). Banyak para ahli mengalami
kerancuan terminologis antara education (pendidikan), training (pelatihan), dan
teaching (pengajaran) dengan istilah instruction.
Smith dan Ragan menjelaskan istilah
"education" adalah istilah yang sangat luas yang menggambarkan semua
pengalaman yang di dalamnya ada proses belajar. Pengalaman tersebut bisa
didapatkan melalui jalan yang tidak direncanakan, bersifat insidental dan jalur
informal. Seperti pengendara mobil yang belajar mengendarai mobil di kota yang
padat kendaraan melalui suatu proses coba dan salah (trial and error). Semua
pengajaran (instruction) adalah bagian dari edukasi (education) karena
pengajaran terdiri dari pengalaman-pengalaman yang mengarahkan pada pembelajaran
(learning).
Training (pelatihan) pada umumnya
dimaksudkan untuk mendeskripsikan pengalaman-pengalaman pembelajaran
(instructional experiences) yang terfokus pada pencapaian keahlian yang
spesifik seseorang, seperti sekolah kejuruan yang mengajarkan pada program
keahlian tertentu, seperti jurusan otomotif atau bisnis manajemen. Proses
training dilaksanakan oleh para siswa agar mereka mendapatkan keahlian (skill)
yang memiliki kompetensi kerja.
Banyak jenis pengajaran
(instruction) di dunia bisnis, militer dan pemerintahan yang dapat diistilahkan
training. Hal itu karena pengalam-pengalaman yang dilangsungkan menuju pada
persiapan peserta didik (learners) dengan kekhususan pada keahlian kerja. Dapat
dikatakan, training adalah jenis 'instruction' pada kelas pendidikan khusus
tertentu (training the instruction in certain special education)
Sedangkan 'teaching' (pengajaran)
mengacu pada pembelajaran pengalaman yang segala pesan pembelajaran (the
instructional message) disampaikan oleh seorang manusia-bukan oleh media
pembelajaran seperti video, tape-recorder, bukan teks, atau program
komputer-tetapi seorang guru yang hidup. Berarti semua pengajaran (teaching)
meliputi instruction, yang ditambahkan proses transfer informasi menggunakan
media pembelajaran.
Term desain (design) yang padanan
kata dalam bahasa Indonesia, model atau rancangan berarti proses perencanaan
sistematis yang dimaksudkan untuk mengembangkan sesuatu atau memutuskan
beberapa rencana untuk menyelesaikan masalah. Seorang perancang dituntut
mengetahui tingkat presisi, keakuratan, kehati-hatian, dan keahlian dalam
perencanaan suatu proyek secara sistematis. Dengan demikian, Smith dan Ragan
mendefinisikan model pembelajaran sebagai proses yang di dalamnya meliputi
perencanaan pembelajaran yang sistematis (the process involved in the
systematic planning of instruction) yaitu proses desain, pengembangan,
implementasi, dan perbaikan.
Smith & Ragan mengajukan tiga langkah utama sebagai fondasi utama dalam pendekatan model pembelajaran.
Smith & Ragan mengajukan tiga langkah utama sebagai fondasi utama dalam pendekatan model pembelajaran.
Pertama, memperlihatkan secara
terperinci analisis instruktional untuk menentukan "kita akan kemana"
(where we're going). Kedua, mengembangkan strategi instruksional untuk
menentukan "bagaimana kita akan sampai di sana" (how we'll get
there). Ketiga, mengembangkan dan melaksanakan evaluasi untuk menentukan
"bagaimana kita akan tahu ketika kita berada di sana" (how we'll know
when we're there).
Tahapan pertama berupa analisis.
Setiap proses perencanaan dalam sistem model atau bentuk pembelajaran selalu
memerlukan tahapan analisis. Para perancang model pembelajaran akan mempelajari
sesuatu sebanyak yang dapat mereka lakukan tentang lingkungan pendidikan,
berupa analisis kondisi peserta didik yang akan dilatih, analisis tentang
tugas-tugas perbaikan yang harus dipersiapkan, analisis tentang apa yang harus
diketahui oleh mereka atau apa yang dapat mereka pelajari untuk membuat sistem
perbaikan (evaluasi). Dalam struktur pelajaran tertentu, analisis tersebut
sangat diperlukan sebelum implementasi pembelajaran.
Para perancang dapat memformulasikan
suatu analisis instruksional dengan mengajukan beberapa pertanyaan: akankah
pelajar dibawa pada lokasi pusat atau akankah mereka dilatih di lingkungan
kerja mereka sendiri? Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pelatihan? Bagaimana
perasaan pelajar tentang situasi pelatihan? Bagaimana jenis pelajar yang
dianggap prospektif ? Apa minat mereka? Apa jenis keahlian dan pengatahuan yang
harus dikuasai untuk membuat perbaikan alat pada sistem yang baru? dsb.
Tahap kedua, Smith & Ragan mengajukan
proses berikutnya, yaitu strategi pembelajaran. Ada tiga hal yang sangat
dominan dalam strategi ini, yaitu pemilihan tempat, penentuan cara atau jenis
kegiatan, dan pemilihan media pembelajaran. Ketiga domain tersebut akan
menentukan sukses dan gagalnya desain pembelajaran. Tahap ketiga adalah
evaluasi yakni direncanakan perencanaan suatu pendekatan evaluasi untuk
menentukan jenis-jenis perubahan apa saja yang hendak dilakukan oleh mereka.
Evaluasi yang ditawarkan Smith & Ragan berupa evaluasi formatif (Formative
evaluation), dan evaluasi sumatif (summative evaluation).
Ketiga tahapan proses ini disebut dengan model
rancangan pembelajaran ( instructional design models). Apa yang ditawarkan oleh
Smith & Ragan sebenarnya diambil dari teori sistem umum (general system
theory), terutama pendekatan sistem pendidikan yang dikembangkan Briggs.
Pendekatan Briggs dilaksanakan melalui empat komponen umum dalam model
rancangan pembelajaran-analisis, desain strategi (sintesis), evaluasi, dan
revisi.
Tahapan strategi pembelajaran yang
dalam 'frame' Smith & Ragan dipengaruhi oleh teori komunikasi-nya Schramm
tentang karakteristik jenis media yang dipilih sebagai jaringan pesan
instruksional. Dalam hal pemilihan tempat atau lingkungan belajar, mereka
berdua dipengaruhi oleh aliran behaviorisme yang dipelopori Ivan Davlov,
tentang kondisi klasikal (classical conditioning), E.L.Thorndike-nya
"hukum belajar" (the laws of learning), J.B. Watson-nya bentuk
gerakan perilaku (formation of the behavioral movement), dan B.F.Sknimer-nya
"keadaan yan dijalankan" (operant conditioning). Aliran ini
menekankan lingkungan pembelajaran sebagai instrument utama proses
pembelajaran.
Tentang strategi pembelajaran yang
meliputi keadaan siswa atau siswa yang prospektif, Smith & Ragan mendasari
konsepnya pada teori pembelajaran kognitif (cognitive learning theory). Berbeda
dengan teori pembelajaran tingkah laku yang menempatkan lingkungan belajar
sebagai instrumen utama proses pembelajaran, aliran kognitif ini menekankan
pada faktor peserta didik itu sendiri. Strategi pembelajaran sangat ditentukan
oleh daya stimulus dan respon peserta didik. Pelajar dipandang sebagai
konstruksi makna dari pembelajaran, dibandingkan residu makna proses
pembelajaran. hal.18. Selain sumbangan tentang pentingnya instrumentasi peserta
didik dalam model rancangan pembelajaran Smith & Ragan, teori psikologi
kognitif juga menyumbangkan dua aspek evaluasi, evaluasi penampilan peserta
didik dan evaluasi belajar. Evaluasi pertama dapat diberikan tes atau ujian guna
mengetahui alasan siswa, atau pencapaian pemahaman materi pelajaran. Evaluasi
belajar mencakup pemakaian teknik balajar, seperti
membaca-berfikir-berpidato,dsb.
Secara umum basis teori Smith &
Ragan diambil dari teori instruksional yang dikembangkan oleh Bruner. Tiga
tahapan proses model rancangan pembelajaran dalam buku ini mencakup aliran ini.
Analisis instruksional adalah analisis pembelajaran kontekstual. Dibutuhkan dua tahapan analisis, 1) Substansi atau pentingnya kebutuhan bagi pembelajaran di wilayah tertentu atau needs analysis atau need assessment (penilaian kebutuhan). Hal 27. Perancang melaksanakan tahapan-tahapan tersebut untuk menentukan bahwa pada kenyataannya ada suatu kebutuhan bagi pembelajaran yang baru untuk dikembangkan.
Analisis instruksional adalah analisis pembelajaran kontekstual. Dibutuhkan dua tahapan analisis, 1) Substansi atau pentingnya kebutuhan bagi pembelajaran di wilayah tertentu atau needs analysis atau need assessment (penilaian kebutuhan). Hal 27. Perancang melaksanakan tahapan-tahapan tersebut untuk menentukan bahwa pada kenyataannya ada suatu kebutuhan bagi pembelajaran yang baru untuk dikembangkan.
Bagaimana cara menentukan
kebutuhan-kebutuhan instruksional? Smith & Ragan berpegang pada prinsip
umum di dalam pengembangan bahan-bahan pembelajaran yang diperuntukkan bagi
kelompok siswa tersebut. Prinsip tersebut adalah efektif, efisien, dan menarik
(appealing). Prinsip efektif dipakai oleh para perancang pembelajaran demi
tercapainya tujuan pembelajaran di dalam struktur kompetensi dasar. Konsep
keefektivitasan harus menjiwai pola-pola atau model pembelajaran. Kita juga
terjebak pada kecanggihan (shopisticated) ataupun kompleksitas sistem
pembelajaran tanpa menganalisis tingkat kemudahan dan kesukaran sistem
tersebut. Kemudahan dalam mengaplikasikan model pembelajaran adalah salah satu
nilai efektivitas. Pada prinsip efisiensi diperlukan suatu konsep yang matang
tentang pembiayaan dan waktu pelaksanaan. Pertimbangan biaya yang akan dipakai
atau durasi waktu yang dibutuhkan adalah unsur yang paling dominan dalam
rancangan model pembelajaran. Sedangkan prinsip daya tarik menjadi instrumen
yang signifikan sebagai upaya menjembatani antara teori-teori pembelajaran yang
dipakai dengan hasil utama instruksional itu.
Proses yang diperlukan untuk
melaksanakan penilaian kebutuhan (needs assessment) adalah sebagai berikut:
1.
Mencatat tujuan-tujuan sistem pembelajaran. Dengan
kata lain, seseorang hendaknya pertama kali menentukan : "apa yang harus
dilakukan" (what ought to be), apa yang harus pelajar mampu lakukan atau
ketahui pada akhir pembelajarannya. Tujuan-tujuan itu dapat dicapai hasilnya
melalui pelajaran, unit kursus, semester, ujian akhir tahun, atau ujian
nasional. Gambaran tersebut adalah tujuan-tujuan belajar (learning goal).
2.
Menentukan bagaimana sebaiknya tujuan-tujuan yang
teridentifikasi akan dapat diraih. Setelah tahap pertama dijalankan, maka
langkah berikutnya adalah bagaimana sebaiknya tujuan yang sudah dicatat
tersebut dapat dicapai. Alasannya jelas, jika pelajar belajar dengan baik dan
benar terhadap pembelajaran yang akan mereka dapatkan, maka tidak dibutuhkan
mendesain atau mengembangkan modal pembelajaran yang baru. Dalam mencapai
tujuan instruksional dapat ditentukan oleh penggunaan uji kertas dan pensil,
meneliti tugas-tugas kelengkapan individu berupa pekerjaan atau keadaan yang
disimulasikan (simulated situations). Penilaian diri pelajar, atau mengevaluasi
hasil-hasil pelajar, seperti tingkat kesalahan dan rapor yang merupakan bagian
dari pengawasan mutu pendidikan (hal.29.)
3.
Langkah berikutnya adalah menentukan gap antara
"apa yang pastinya" (what is) dan "apa yang seharusnya"
(what should be). Dengan kata lain, mengidentifikasi kesenjangan antara apa
yang pelajar seharusnya dapat lakukan dan apa yang pastinya mereka dapat
lakukan untuk setiap tujuan yang teridentifikasi. Kesenjangan jarak ini,
biasanya dinyatakan dalam prosentase, misalnya : semua siswa hendaknya dapat
membuat perubahan yang benar ketika diberikan biaya 10.000 rupiah, kenyataannya
hanya 67 persen siswa untuk mampu melakukan perubahan dengan benar, sisanya 33
persen tidak mampu mencapai tujuan ini.
4.
Memprioritaskan kesenjangan, menurut kriteria yang
telah disepakati. Apabila kesenjangan terjadi dalam banyak aspek, maka
diperlukan skala prioritas mana yang harus didahulukan. Kriteria-kriteria
tersebut adalah ukuran kesenjangan, pentingnya suatu tujuan, jumlah siswa yang
berubah, dan peluang untuk mereduksi kesenjangan itu.
5.
Menentukan mana kesenjangan yang merupakan kebutuhan
pembelajaran dan yang mana paling cocok bagi model dan pengembangan
pembelajaran. Suatu kesalahan terbesar yang dilakukan perancang pembelajaran,
guru, dan pendidik (educator) bahwa mereka membuat asumsi yang menganggap
proses pembelajaran adalah solusi bagi semua persoalan yang muncul ke
permukaan, padahal mereka menentukan solusi sebelum menganalisis secara lengkap
persoalannya.
Ini adalah tamparan yang keras bagi
praktisi pendidikan di Indonesia yang dengan mudahnya mendirikan
sekolah-sekolah tingkat atas atau sekolah kejuruan bukan berdasarkan
langkah-langkah jelas yang ditawarkan oleh Smith & Ragan. Pmerekaada
umumnya tertarik mencari peluang di bidang pendidikan sebagai bentuk respon
pemerintah akan merealisasikan dana pendidikan sebesar 20 persen dari total
APBN.
Setelah melakukan analisis penilaian
kebutuhan, para perancang pendidikan tidak lupa melakukan analisis terhadap
lingkungan pembelajaran. Bagi Smith & Ragan analisis lingkungann
pembelajaran meliputi:
1.
Guru bagi pendidikan kejuruan harus memiliki rentang
pengalaman yang cukup, minat yang tinggi, berlatar belakang pendidikan yang
sesuai, dan yang lebih disukai oleh siswa.
2.
Adanya kurikulum yang mengandung nilai filosofis,
strategi-strategi aplikasi, atau teori-teori dengan lingkup dan tahapan yang
jelas.
3.
Seperangkat pembelajaran (instructional hardware) yang
tentunya tersedia, seperti: unit computer, overhead projectors (OHP), slide
projectors, atau video play back, dll.
4.
Ruang kelas dan beberapa fasilitas pendidikan yang
akan digunakan dalam proses belajar mengajar. Jumlah siswa dalam setiap kelas
tidak lebih dari 30 siswa, dengan jumlah rata-rata jenis kelas ideal, menurut
Smith & Ragan adalah 15 sampai 20. Konsep Ragan & Smith sangat cocok
dalam penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Rancangan
ruang kelas juga harus dipikirkan oleh desainer atau developer pendidikan
seperti ruang kelas dengan kursi yang dapat dipindahkan dengan mudah. Ruang kelas
juga tidak boleh pada situasi gelap.
5.
Sekolah atau organisasi yang dibutuhkan sebagai tempat
pembelajaran itu dilaksanakan.
6.
Lingkungan atau komunitas di sekitar sekolah atau
lembaga tersebut.
Analisis terhadap penilaian
kebutuhan (needs Assessment) dan lingkungan pembelajaran (learning environment)
adalah conditio sine qua non bagi perancang pendidikan. Pada tataran praktis,
analisis juga harus dilaksanakan pada segmentasi peserta didik, yang
diposisikan sebagai instrumen paling uatama dalam mekanisme proses transfer
pengetahuan dan keahlian tertentu. Ada dua alasan yang dikemukakan oleh Smith
& Ragan dilaksanakannya analisis instruksional kepada para pelajar, yaitu:
Pertama, banyak para siswa yang tidak mampu menggunakan perangkat lunak
(software), karena sebelumnya mereka diasumsikan telah diberikan keahlian
minimal tentang persamaan pembilang, padahal mereka tidak memiliki kecakapan
pada keahlian ini. Kedua, beberapa siswa dilaporkan bahwa permainan yang
digunakan dalam proses pembelajaran dianggap menarik, padahal sesungguhnya
dapat menghinakan mereka.
Analisis tentang karakteristik
pelajar yang telah diantisipasi oleh desainer, atau perancang pendidikan
disebut audiens target (audience target) atau populasi target (target
population). Audiens atau populasi target maksudnya adalah pengetahuan akan
menjadi penting dalam skema pembelajaran apabila efektif, dan menarik di mata
pelajar. Analisis pelajar tidak lagi menggunakan paradigma lama: "Apa yang
seharusnya pelajar sukai atau apa yang mereka ingin ketahui (what learners
should be like or what that need to know). Pendekatan baru adalah apa yang
mereka suka dan apa yang mereka ketahui (what they are like and what they do
know)
Analisis peserta didik yang
dijadikan salah satu tahapan desain pembelajaran dapat memakai pendekatan
persamaan dan perbedaan (similarities and differences approach). Pendekatan ini
ditawarkan oleh Smith & Ragan sebagai bentuk kompleksitas dan pluralitas
antar individu dalam komunitas pelajar. Ada empat karakteristik diri pelajar :
1.
Persamaan yang stabil diantara orang-orang yang
relatif tidak berubah sepanjang waktu. Misalnya, kemampuan inderawi (sensory
capacities), pemrosesan informasi (information procession), dengan tipe-tipe
dan keadaan pembelajaran (types and conditions of learning). Ketiga unsur itu
pada setiap individu memiliki unsure yang relatif stabil. Seperti, pandangan
mata siswa terhadap objek yang berjarak lebih dari 200 kaki jauhnya. Tanpa alat
bantu penglihatan maka setiap siswa semuanya memiliki kemampuan yang sama,
yakni tidak mampu melihatnya. Begitu pula dengan proses pemrosesan informasi,
semua siswa akan memiliki kesamaan pengalaman apabila siswa belajar terhadap
informasi yang berlebihan, membingungkan, dan ketidakmampuan yang diakibatkan
oleh kesalahan karakteristik pemrosesan informasi. Menurut Smith & Ragan
jenis karakteristik ini disebut dengan "physiological characteristies yang
mengandung tiga unsur : persepsi inderawi, kesehatan umum, dan usia.
2.
Perbedaan–perbedaan yang stabil dan relatif tidak
berubah sepanjang waktu. Instrumentasi karakteristik individu pada IQ
(Intelegence Quotient), gaya-gaya kognitif, karakteristik bawaan psikososial
(psychosocial traits), jenis kelamin, suku, dan kelompok ras. Perbedaan
nilai-nilai dasar tersebut bersifat stabil dan tidak berubah sifatnya sepanjang
masa. Unsur kecerdasan adalah anugerah genetis yang telah disusun sejak dalam
kandungan. Pendekatan ini disebut dengan karakteristik yang terdiri dari
karakteristik umum (bakat umum & khusus tingkat perkembangan kognitif, level
perkembangan bahasa, tingkat bacaan level kemampuan memperoleh informasi dari
gambar, gaya pemrosesan kognitif, yang lebih disukai dan yang paling efektif
strategi-strategi pembelajaran, pengetahuan tentang dunia umum), dan
pengetahuan khusus sebelumya.
3.
Berubahnya perbedaan-perbedaan (changing differences)
yang terdiri dari tingkatan perkembangan dan pembelajaran sebelumnya. Misalnya,
pada semua tingkatan usia yang sama, mereka akan berada pada tingkatan
perkembangan yang sama. Meskipun demikian, ada salah seorang siswa yang mampu
mencapai tingkatan satu atau dua tahap lebih maju daripada teman sebayanya
karena ada pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Mereka juga mencapai
pada level yang berbeda karena ada nilai-nilai yang berbeda pada masing-masing
individu. Pendekatan ini oleh Smith & Ragan disebut psychososial or
Affective Characteristics, yang meliputi unsur-unsur minat, motivasi, motivasi
untuk belajar, sikap terhadap materi pelajaran, sikap terhadap proses
belajar-mengajar, persepsi dan pengalaman dengan bentuk-bentuk perantaraan
tersebut, konsep jiwa akademis (academic self-concept), tingkat kecemasan,
kepercayaan, dan kemauan kuat untuk sukses.
4.
Berubahnya persamaan-persamaan (changing similarities)
yang mencakup dimensi proses-proses perkembangan intelektual, bahasa,
psikososial, dan perkembangan moral. Pada perkembangan intelektual, setiap
individu mulai kelahiran sampai kira-kira usia 18 bulan, berkembang kemampuan
inderawi dan geraknya dengan sangat cepat. Pada perkembangan bahasa, ada perubahan
yang terjadi pada otak manusia untuk mengikat struktur bahasa melalui inderawi
manusia. Pada perkembangan kepribadian sebagaimana yang telah dinyatakan oleh
Sigmund Freud, Abraham Maslow, Erikson dan beberapa lainnya, bahwa setiap
tingkatan berubah sesuai dengan perkembangan tingkah lakunya. Pada perkembangan
moral -mengikuti teori Kohlberg- pada tingkat moralitas pra-konvensional bahwa
orang menekan hasratnya karena takut terhadap hukuman. Semua karakteristik di
atas mengalami perubahan-perubahan yang sama oleh setiap individu. Menurut
Smith & Ragan, pendekatan ini di sebut "Social Characteristics"
yang meliputi unsur hubungan kepada kelompoknya, perasaan terhadap otoritas,
kecencerungan terhadap kerjasama atau persaingan, perkembangan moral, latar
belakang sosio-ekonomik, dan model-model peran sosial.
Seiring dengan analisis individual,
dibutuhkan pula analisis tugas pembelajaran (a learning task analysis)
Langkah-langkah pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1.
Menuliskan tujuan instruksional yang bersifat
struktural, mencakup informasi tentang tema-tema sains menurut sistem-sistem
yang baik.
2.
Menentukan jenis-jenis pembelajaran dari tujuan
instruksional tersebut. Implementasinya bisa berupa strategi kognitif (learning
how to learn), keahlian intelektual atau pengetahuan konsep dan keahlian
psikomotorik. Ada pula juga jenis tertentu yaitu tugas pembelajaran informasi
verbal, menurut Anderson disebut sebagai declarative knowledge, yaitu strategi
pembelajaran yang berdasarkan pemahaman dan penyebutan kembali.
3.
Melaksanakan suatu analisis pemrosesan informasi dari
tujuan itu, kadangkala ketiga tahapan ini di sebut analisis tugas. Misalnya,
siswa diberikan tape-recorder untuk mendapatkan informasi yang harus
dituliskannya.
4.
Melaksanakan analisis pra-syarat dan melaksanakan
jenis pembayarannya.
5.
Menuliskan tujuan-tujuan yang representatif bagi
tujuan instruksional dan setiap persyaratannya.
Proses strategi pembelajaran dapat
dilakukan dengan strategi kognitif, strategi analisis pemrosesan informasi
untuk informasi verbal, atau untuk aturan prosedural atau relasional, atau
untuk sebuah konsep, atau strategi untuk aturan yang lebih tinggi tatanannya,
dan strategi analisis untuk penyelesaian tanpa kekerasan. Intinya, setiap
strategi pembelajaran dilaksanakan untuk mencapai pada -meminjam istilah
penulis- "how we'll get there".
Tahapan ketiga yang harus
dilaksanakan oleh perancang adalah mengevaluasi semua pelaksanaan pembelajaran
yang berlangsung sejak tindakan analisis lingkungan, pelajar, dan siswa sampai
strategi pembelajaran pada tatanan implementasi. Tujuan evaluasi adalah: "to
assess individual student performances and to provide information about what
kind of revisions are needed in the instructional materials.
Evaluasi bertujuan untuk
membandingkan kemampuan pelajar, dan menentukan tingkat kemampuan. Menurut
Smith & Ragan, evaluasi terbagi dua, pertama Evaluasi Formatif dilakukan
untuk mengevaluasi perangkat-perangkat pendidikan untuk mendeterminasikan
kelemahan di dalam pembelajaran sehingga revisi dan di buat untuk membuat
perangkat itu lebih efektif dan efisien. Ada empat tahapan dalam evaluasi
formatif, yaitu: 1)review rancangan, 2)review ahli, 3)validasi pelajar, dan
4)evaluasi menerus.
Jenis evaluasi kedua adalah evaluasi
sumatif (summative evaluation). Evaluasi ini dilaksanakan setelah evaluasi
formatif dilaksanakan. Artinya setelah perangkat-perangkat itu telah
diimplementasikan ke dalam konteks pembelajaran yang telah mereka rancang,
perancang barang kali dimasukkan ke dalam proses mengevaluasi perangkat-perangkat
itu dengan maksud mencari nilai untuk melengkapi data bagi pengambil keputusan
yang akan mengadopsi atau melanjutkan dalam penggunaan perangkat-perangkat itu.
Instrumen penilaian yang baik
dikarakterisasikan dengan tiga hal:
1.
Bersifat validitas (validity), artinya bentuk soal
yang diberikan dapat diukur.
2.
Bersifat layak (reliability), artinya soal yang
diberikan dapat dipertanggungjawabkan.
3.
Bersifat praktis (practicality), artinya ujian
observasi, atau jawaban yang terkonstruksikan memungkinkan dapat diaplikasikan
dalam kehidupan yang nyata berdasarkan pengetahuan yang mereka peroleh.
Format penilaian harus dipraktekkan
oleh perancang pendidikan. Ada tiga format utama penilaian yang dapat digunakan
di dalam pencapaian siswa, yaitu:
1. Praktek
kerja lapangan (on-the-job observation). Jenis penilaian ini pada umumnya
digunakan pada siswa kejuruan dengan cara tujuan langsung ke lapangan.
2. Melakukan
uji coba (simulation), bentuk soal ini diberikan kepada siswa apabila
pencapaian siswa dalam kehidupan nyata tidak dapat diharapkan atau diragukan
keberhasilannya, maka diperlukan simulasi tertentu sebelum uji yang sebenarnya.
3. Uji tes
dengan pensil dalam kertas (pencil-and-paper test). Ada beberapa jenis soal
yang masuk pada kategori ini, yaitu: pilihan ganda (multiple-choice),
menentukan benar-salah (true-false), menjodohkan (matching), melengkapi atau
mengisi di dalam titik-titik (completion or fill-in-the-blank), jawaban pendek
(short answer), dan uraian (essay).
Semua
jenis dan segala bentuk soal atau tes haruslah berdasarkan pada cetak biru
instrument (instrument blue-print), yang meliputi:
a.
Harus bersifat objektif (objective).
b.
Bentuk soal (form of items).
c.
Jumlah keseluruhan soal di dalam instrumen.
d.
Keseimbangan soal (proportionality of item).
e.
Pelaksanaan buat administrasi (direction for
administration).
f.
Metode pemberian angka (scoring methods).
g.
Tingkat kesulitan soal (weighting of item).
h.
Tingkat nomor yang tidak dijawab (passing or cut of
level).
Pada
strategi pembelajaran, Smith & Ragan mengemukakan empat unsur yang harus
ada pada jenis strategi pembelajaran:
1.
Pendahuluan (introduction), terdiri dari:
a. Mengaktifkan
perhatian pada pelajaran (memperoleh atensi ke pelajaran).
b. Membentuk
tujuan (menginformasikan siswa tentang tujuan pembelajaran).
c. Memunculkan
minat dan motivasi (merangsang perhatian siswa).
d. Mengulangi
pelajaran yang sudah diberikan.
2.
Tubuh (body), yang terdiri dari aktivitas sebagai
berikut:
a. Menyebut
kembali pengetahuan sebelumnya yang relevan.
b. Memproses
atau menghadirkan informasi dan contoh.
c. Fokus pada
perhatian.
d. Membimbing
atau menyarankan pemakaian strategi pembelajaran.
e. Melaksanakan
praktek.
f. Evaluasi timbal balik (feed back evaluation).
3.
Kesimpulan (conclusion), terdiri dari:
a. Meringkas
dan mengulangi lagi (summarize and review)
b. Mentransfer
pembelajaran (transfer learning).
c. Memotivasi
ulang dan penutupan (remotivate and closure).
4.
Penilaian (assessment), terdiri dari:
a. Penilai
pencapaian (assess performance).
b. Mengevaluasi
timbal balik dan melaksanakan remedial.
Dalam
pelaksanaan pembelajaran, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan:
1. Strategi
Suplantif (Supplantive Strategy) yang biasanya disebut dengan mathemagenic,
istilah ini dari bahasa yunani, mathe (belajar), dan genic (memberikan
kelahiran pada atau melahirkan). Berarti methemagenic adalah suatu proses atau
peristiwa yang menstimulasi belajar. Pada strategi pembelajaran ini, guru harus
melengkapi tentang banyak kejadian yang berkaitan dengan pelajaran, memberikan
informasi kepada siswa tentang keobjektivitasan pelajaran, mengulangi pelajaran
secara eksplisit, dsb. "Supplantive strategy” cenderung mengasah kognisi
pelajar untuk menguasai keahlian dan pengetahuan yang berkaitan dengan tugas
belajar.
2. Strategi
generatif (generative strategy), yang dikembangkan oleh Robert Gagne, adalah
menghasilkan tujuan-tujuan edukasi mereka sendiri dengan cara mengkonstruksikan
makna idiosinkratik (keistimewaan) dari dorongan yang kuat pada diri siswa
melalui perkembangan cara-cara atau temuan yang sudah ada. Mereka merasa tidak
puas apa yang sudah didapatkan, atau berusaha mencari terobosan baru dengan
alat-alat atau media yang sebelumnya sudah dipakai atau menginginkan perangkat
yang serba baru.
3. Strategi
makro–organisasi (macro-organization strategies), yaitu strategi pembelajaran
yang mendesain kurikulum pada level makro tentang lingkup (scope), organisasi,
dan rangkaian muatan rubriknya (sequence of content). Ada lima kategori utama
jenis strategi ini:
a. Struktur
yang berkaitan dengan dunia (world-related structure)
Model ini mengkorelasikan model pembelajaran dengan hal-hal yang ada di dunia yang nampak diatur-oleh waktu, ruang, dan karakteristik kebendaan. Misalnya, seorang guru mengajarkan sejarah dengan satuan pembelajaran yang disusun berdasarkan periode sejarah, maka guru itu dapat mengajarkan sejarah musik dari yang paling awal, kemudian melewati zaman pencerahan (renaisans), barok, klasik, romantis, dan periode kontemporer sampai pada saat ini. Begitu pula, guru geografi dapat mengajarkan tentang keteraturan negara-negara berdasarkan letak geografisnya.
Model ini mengkorelasikan model pembelajaran dengan hal-hal yang ada di dunia yang nampak diatur-oleh waktu, ruang, dan karakteristik kebendaan. Misalnya, seorang guru mengajarkan sejarah dengan satuan pembelajaran yang disusun berdasarkan periode sejarah, maka guru itu dapat mengajarkan sejarah musik dari yang paling awal, kemudian melewati zaman pencerahan (renaisans), barok, klasik, romantis, dan periode kontemporer sampai pada saat ini. Begitu pula, guru geografi dapat mengajarkan tentang keteraturan negara-negara berdasarkan letak geografisnya.
b. Struktur
yang berkaitan dengan penyelidikan (inquiry-related structure).
Model ini menempatkan materi pelajaran disesuaikan dengan model penelitian dalam bidang pendidikan, atau riset lainnya. Seperti mengajarkan siswa mulai dari rumusan pertanyaan, mengulas bahan literatur, pernyataan hipotesis, model studi, pengumpulan data, analisis data, dan membuat kesimpulan.
Model ini menempatkan materi pelajaran disesuaikan dengan model penelitian dalam bidang pendidikan, atau riset lainnya. Seperti mengajarkan siswa mulai dari rumusan pertanyaan, mengulas bahan literatur, pernyataan hipotesis, model studi, pengumpulan data, analisis data, dan membuat kesimpulan.
c. Struktur
yang berkaitan dengan kegunaan (utilization-related structure).
Pengajaran ini berdasarkan bagaimana keahlian yang akan digunakan di waktu yang akan datang dianggap bersama-sama secara berkelompok, personal, sosial, ataupun kelompok keahlian. Di sini dibutuhkan topik-topik atau tema yang telah didesain langkah-langkahnya. Topik pertama diajarkan adalah untuk kegunaan langkah pertama dan seterusnya.
Pengajaran ini berdasarkan bagaimana keahlian yang akan digunakan di waktu yang akan datang dianggap bersama-sama secara berkelompok, personal, sosial, ataupun kelompok keahlian. Di sini dibutuhkan topik-topik atau tema yang telah didesain langkah-langkahnya. Topik pertama diajarkan adalah untuk kegunaan langkah pertama dan seterusnya.
d. Struktur
yang berkaitan dengan belajar (learnig-related structure).
Model ini disebut juga prerequisite-related structure (struktur yang berkaitan dengan prasyarat). Pada prinsipnya ada satu atau beberapa informasi yang diajarkan, dan informasi atau keahlian itu menjadi prasyarat bagi kemampuan berikutnya, misalnya: seorang siswa memiliki kemampuan menggunakan sistem windows, adalah prasyarat untuk mengetahui sistem-sistem pemrogaman lainnya.
Model ini disebut juga prerequisite-related structure (struktur yang berkaitan dengan prasyarat). Pada prinsipnya ada satu atau beberapa informasi yang diajarkan, dan informasi atau keahlian itu menjadi prasyarat bagi kemampuan berikutnya, misalnya: seorang siswa memiliki kemampuan menggunakan sistem windows, adalah prasyarat untuk mengetahui sistem-sistem pemrogaman lainnya.
e. Struktur
yang berkaitan dengan konsep (concept-related structure).
Pada dasarnya, model pembelajaran ini dipakai berdasarkan prinsip keumuman dan kekhususan suatu materi pelajaran, konsep yang umum didahulukan pengajarannya sebelum konsep khusus, misalnya pengajaran di kelas, pada pelajaran sains, pengajaran tentang materi sebelum atom, pengajaran tentang atom sebelum listrik.
Pada dasarnya, model pembelajaran ini dipakai berdasarkan prinsip keumuman dan kekhususan suatu materi pelajaran, konsep yang umum didahulukan pengajarannya sebelum konsep khusus, misalnya pengajaran di kelas, pada pelajaran sains, pengajaran tentang materi sebelum atom, pengajaran tentang atom sebelum listrik.
4.
Strategi untuk pelajaran pengetahuan deklaratif
(declarative knowledge lesson).
Tujuan dari strategi ini adalah agar siswa memahami tentang suatu muatan pelajaran yang dapat diaplikasikan melalui informasi verbal dengan cara pembelajaran, menjelaskan (explain), menggambarkan (describe), merangkum (summarize), dan mencatat (list).
Teknik menyampaikan informasi ada 3:
Tujuan dari strategi ini adalah agar siswa memahami tentang suatu muatan pelajaran yang dapat diaplikasikan melalui informasi verbal dengan cara pembelajaran, menjelaskan (explain), menggambarkan (describe), merangkum (summarize), dan mencatat (list).
Teknik menyampaikan informasi ada 3:
a. Teknik
perumpamaan (associational technique), yang meliputi analogis dan pencitraan.
b. Teknik
organisasi (organizational technique), yang meliputi wilayah dan
kategori-kategori struktur generatif eksposisi dan bersifat naratif.
c. Teknik
pembahasan (elaborative technique).
5.
Strategi untuk pelajaran-pelajaran konsep (strategies
for concept learning).
Tujuannya adalah menanamkan konsep pada diri siswa sebagai salah satu keahlian intelektual (intellectual skills). Belajar yang diklasifikasikan sebagai keahlian intelektual meliputi kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang melewati keanekaragaman contoh: dalam lingkungan. Ada dua konsep yang perlu diajarkan, abstrak, dan kongkret. Ada dua pendekatan dalam strategi ini:
Tujuannya adalah menanamkan konsep pada diri siswa sebagai salah satu keahlian intelektual (intellectual skills). Belajar yang diklasifikasikan sebagai keahlian intelektual meliputi kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang melewati keanekaragaman contoh: dalam lingkungan. Ada dua konsep yang perlu diajarkan, abstrak, dan kongkret. Ada dua pendekatan dalam strategi ini:
a. Pendekatan
penyelidikan (inquiry approach).
b. Pendekatan
penjabaran (expository approach).
6.
Strategi untuk pelajaran hukum (strategies for rule
lesson). Ada dua jenis hukum atau aturan, yaitu hukum hubungan dan aturan
prosedural. Aturan hubungan (relational rules) menggambarkan di antara dua atau
lebih konsep. Hubungan ini dibentuk dalam kalimat "jika-maka"
(if-then) atau hubungan sebab-akibat. Contohnya hukum Boyle, pada saat
temperatur udara berada dalam keadaan tetap, jika tekanan bertambah, maka
volumenya berkurang. Aturan-aturan ini menggunakan proposisi, prinsip, hukum,
dalil, teorema, dan postulat, Sedangkan aturan prosedural diterjemahkan sebagai
prosedur algoritma yang ada pada pelajaran matematika.
7.
Strategi untuk pelajaran penyelesaian masalah
(strategies for problem solving lesson). Problem-solving dimaknai sebagai
keahlian khusus yang menerapkannya melewati wilayah isi pelajaran.
Problem-solving adalah kemampuan mengkombinasikan dengan jelas antara belajar
hukum relasi dan prosedural, pengetahuan deklaratif, dan strategi kognitif
untuk menyelesaikan masalah yang tidak dapat dielakkan.
8.
Strategi untuk pelajaran-pelajaran strategi kognitif
(strategies for cognitive strategy lesson). Ada dua jenis strategi kognitif,
yaitu:
a. Strategi
untuk belajar (strategy for learning).
b. Strategi
untuk berpikir (strategy for thinking). Strategi pertama (cognitive strategy
for learning) adalah taktik mental dalam belajar untuk memperhatikan, mengatur,
mengelaborasi, memanipulasi, dan memahami pengetahuan. Strategi kedua
(cognitive strategy for thinking) adalah taktik mental yang mengarahkan pada
penemuan (discovery), pengembangan (invention), dan kreativitas (creativity)
9.
Strategi pembelajaran untuk perubahan sikap, motivasi,
dan minat.
Pada pembelajaran sikap yang berubah, maka dijalankan melalui tiga komponen:
Pada pembelajaran sikap yang berubah, maka dijalankan melalui tiga komponen:
a. Komponen
kognitif yang terdiri dari "mengetahui bagaimana" (knowing how).
Seperti, sebelum siswa dapat mempraktekkan sikap tentang mengendarai mobil,
maka siswa harus tahu bagaimana cara mengendarai mobil.
b. Komponen
tingkah laku, yaitu kenyataan menginternalisasi sikap dalam perilaku.
c. Komponen
efektif, yaitu "mengetahui mengapa" (knowing why), yaitu perlu
mengendarai mobil dengan hati-hati. Dalam implementasi strategi motivasi ada
empat kategori, yaitu:
1. strategi-strategi
perhatian (attention strategies), yang meliputi: ketidaksesuaian dan konflik,
kejelasan (concreteness), perubahan (variability), humor, penyelidikan
(inquiry), dan partisipasi (participation)
2. Strategi-strategi
yang relevan (relevance strategies), yang meliputi: pengalaman (experience),
nilai saat ini (present worth), kemanfaatan di masa mendatang (future
usefulness), pencocokan kebutuhan (need matching), percontohan (modelling), dan
pilihan (choice).
3. Strategi
kepercayaan (confidence strategies), dengan pembelajaran-pembelajaran
mempelajari persyaratan (learning requirement), kesulitan (difficulty),
pengharapan (expectation), perlengkapan (attribution), dan kepercayaan diri
(self confidence).
4. Strategi
kepuasan (satisfaction strategies), yang meliputi: konsekuensi alamiah (natural
consequences), dan ganjaran yang tidak diharapkan (unexpected reward), dan
hasil yang positif (positive outcomes), pengelakkan terhadap pengaruh yang
negatif (avoidance of negative influences), dan penjadwalan (scheduling).
10. Model atau
strategi pembelajaran untuk keahlian psikomotor (designing for psychomotor
skill lesson). Keahlian psikomotor adalah kecakapan mengembangkan dan
menggerakkan muskular yang ada di dalam jaringan otak manusia menjadi lebih
aktif, dan kemampuan berpikir secara otomatis. Ada beberapa kategori kehlian
pembelajaran.
a. Kategori
keahlian psikomotor berhubungan dengan perbedaan terhadap permulaan dan akhir
dari nilai keahlian. Ada dua jenis keahlian yang berlainan (discrete skills),
yaitu setiap langkah yang baru atau tunggal adalah berbeda seperti: memakai
kunci untuk mengunci pintu, meng-clik tombol mouse computer dll. Ada keahlian
lain, keahlian berkelanjutan (continuous skills), seperti men-drible bola.
b. Kategori
keahlian psikomotor yang mencakup penentuan bagaimana keahlian itu berhubungan
pada lingkungan.
c. Kategori
ketiga adalah mengklasifikasikan gerak orang atau benda.
11. Model
penyampaian dan strategi manajemen. Strategi pembelajaran ini pada intinya
adalah menentukan media pembelajaran yang tersedia dan tepat untuk digunakan.
Setelah membahas model-model dan strategi pembelajaran yang sangat mendalam,
analisis lingkungan, analisis siswa, analisis penilaian, dan bentuk-bentuk
evaluasi, maka pada bagian akhir tulisannya, Smith dan Ragan mengemukakan: "In
the past decode, instructional design has been the most powerful and
influential technology of instruction for the improvement of learning in school
business and industry, and government/military training, etc". Begitu luar
biasanya buku ini, maka sangat layak untuk dieksplorasi, diperdalami bacaan
tentang strategi pembelajaran oleh pra praktisi pendidikan. Di tengah kelebihan
buku ini, sangat sulit menemukan kelemahannya. Apakah anda tertarik?
Permisi pak mau nanya, ini sumbernya dari buku apa ya? Kebetulan saya lagi butuh bukunya untuk skripsi.
BalasHapus