Sabtu, 05 Mei 2012

Hakekat Desain Pembelajaran dan Model-Model Desain Pembelajaran


I.    Hakekat Model Desain Pembelajaran
Menurut Saiful Sagala (2005) Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Sementara itu menurut Joyce dan Weil (2000:13), model
pembelajaran merupakan deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, rancangan unit pembelajaran,perleng kapan belajar,buku-buku, pelajaran,program multimedia,dan bantuan belajar melalui program komputer. Hakikat mengajar menurut Joyce dan Weil adalah membantu pebelajar (peserta
didik) memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai-nilai, cara berpikir, dan belajar bagaimana cara belajar
Jadi, Model Pembelajaran adalah suatu rencana mengajar yang memperlihatkan pola
pembelajaran tertentu, dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan guru-
peserta didik di dalam mewujudkan kondisi belajar atau sistem lingkungan
yang menyebabkan terjadinya belajar pada peserta didik. Di dalam pola
pembelajaran yang dimaksud terdapat karakteristik berupa rentetan atau
tahapan perbuatan/kegiatan guru-peserta didik yang dikenal dengan istilah
sintaks. Secara implisit di balik tahapan pembelajaran tersebut terdapat
karakteristik lainnya dari sebuah model dan rasional yang membedakan
antara model pembelajaran yang satu dengan model pembelajaran yang
lainnya.
Desain Pembelajaran (Instructional Design), merupakan perwujudan yang lebih konkrit dari Teknologi Pembelajaran. Terdapat sejumlah istilah lain yang setara diantaranya istilah Desain Sistem Pembelajaran (Instructional System Design). Demikian juga dengan istilah Pengembangan Sistem Pembelajaran (Instructional System Development)
Asumsi dasar yang melandasi perlunya desain pembelajaran:
1.        Diarahkan untuk membantu proses belajar secara individual
2.        Desain pembelajaran mempunyai fase-fase jangka pendek dan jangka panjang
3.        Dapat mempengaruhi perkembangan individu secara maksimal
4.        Didasarkan pada pengetahuan tentang cara belajar manusia
5.        Dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem (System Approach)
II.Model-model Desain Pembelajaran
1.      Model Gagne and Briggs
Pengembangan desain intruksional model Briggs ini berorientasi pada rancangan sistem dengan sasaran guru yang bekerja sebagai perancang atau desainer kegiatan intruksional maupun tim pengembang intruksional yang anggotanya meliputi guru, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media, dan perancang intruksional.
Model pengembangan intruksional Briggs ini bersandarkan pada prinsip keselarasan antara a) tujuan yang akan dicapai, b) strategi untuk mencapainya, dan c) evaluasi keberhasilannya.
Gagne dan Briggs (1974: 212-213) mengemukakan 12 langkah dalam pengembangan desain intruksional, langkah pengembangan dimaksud dirumuskan sebagai berikut :
1.      Analisis dan identifikasi kebutuhan
2.      Penetapan tujuan umum dan khusus
3.      Identifikasi alternatif cara memenuhi kebutuhan
4.      Merancang komponen dari sistem
5.      Analisis (a) sumber-sumber yang diperlukan (b) sumber-sumber yang tersedia (c) kendala-kendala.
6.      Kegiatan untuk mengatasi kendala
7.      Memilih atau mengembangkan materi pelajaran
8.      Merancang prosedur penelitian murid
9.      Uji coba lapangan : evaluasi formatif dan pendidikan guru.
10.  Penyesuaian, revisi dan evaluasi lanjut
11.  Evaluasi sumatif
12.  Pelaksanaan operasional
Model tersebut di atas merupakan model yang paling lengkap yang melukiskan bagaimana suatu proses pembelajaran dirancang secara sistematis dari awal sampai akhir. Kegiatan seperti ini cocok untuk diterapkan pada suatu program pendidikan yang relatif baru. Di Indonesia prosedur tersebut mencakup mulai dari simposium dan pengembangan kurikulum yang dilakukan mulai dari tingkat sekolah (KTSP). Kemudian guru diberikan kewenangan untuk mengembangkan standar kompetensi menjadi sejumlah kompetensi dasar yang dituangkan secara eksplisit dalam silabus dan RPP
2.      Model Banathy
Model pengembangan sistem pembelajaran ini berorientasi pada tujuan pembelajaran. Langkah-langkah pengembangan sistem pembelajaran terdiri dari 6 jenis kegiatan. Model desain ini bertitik tolak dari pendekatan sistem (system approach), yang mencakup keenam komponen (langkah) yang saling berinterelasi dan berinteraksi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Pada langkah terakhir para pengembang diharapkan dapat melakukan perubahan dan perbaikan sehingga tercipta suatu desain yang diinginkan. Model ini tampaknya hanya diperuntukan bagi guru-guru di sekolah, mereka cukup dengan merumuskan tujuan pembelajaran khusus dengan mengacu pada tujuan pembelajaran umum yang telah disiapkan dalam sistem.

Komponen-komponen tersebut menjadi dan merupakan acuan dalam menetapkan langkah-langkah pengembangan, sebagai berikut :

1. Merumuskan tujuan (formulate objectives);
2. Mengembangkan tes (develop test);
3. Menganalisis kegiatan belajar (analyzing learning task);
4. Mendesain sistem instruksional (design system);
5. Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil (implement and test output);
6. Mengadakan perbaikan (change to improve);

Pengembangan desain pembelajaran dilakukan melalui 6 langkah pengembangan sebagai berikut :
Langkah 1 : Merumuskan tujuan

Pada langkah ini pengembang merumuskan tujuan pembelajaran, yang merupakan pernyataan tentang hal-hal yang diharapkan untuk dikerjakan, diketahui, dirasakan, dan sebagainya oleh peserta didik atau siswa sebagai hasil pengalaman belajarnya.

Langkah 2 : Mengembangkan tes

Pada langkah ini dikembangkan suatu tes sebagai alat evaluasi, yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar, atau ketercapaian tujuan pembelajaran oleh peserta didik/siswa. Penyusunan tes berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada langkah sebelumnya.

Langkah 3 : Menganalisis kegiatan belajar

Pada langkah ini dirumuskan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta didik/siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, yakni perubahan tingkah laku yang diharapkan. Pada langkah ini, perilaku awal peserta didik/siswa perlu dinilai dan dianalisis. Berdasarkan gambar tentang perilaku awal tersebut dapat dirancang materi pelajaran dan tugas-tugas belajar yang sesuai, sehingga mereka tidak perlu mempelajari hal-hal yang telah diketahui atau telah dikuasai sebelumnya.

Langkah 4 : Mendesain sistem instruksional

Pada langkah ini dikembangkan berbagai alternatif dan mengidentifikasi kegiatan-kegiatan pembelajaran, baik yang harus dilakukan oleh siswa/peserta didik maupun kegiatan-kegiatan guru/tenaga pengajar. Langkah ini dikembangkan sedemikian rupa yang menjamin agar peserta didik melaksanakan dan menguasai tugas-tugas yang telah dianalisis pada langkah 3. Desain sistem juga meliputi penentuan siswa yang mempunyai potensi paling baik untuk mencapai tujuan pembelajaran, dan oleh karena perlu disediakan alternatif kegiatan tertentu yang cocok. Selain dari itu, dalam desain sistem supaya ditentukan waktu dan tempat melakukan kegiatan-kegiatan pembelajaran.

Langkah 5 : Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil

Sistem yang sudah di desain selanjutnya dilaksanakan dalam bentuk uji coba di lapangan (sekolah) dan di tes hasilnya. Hal-hal yang telah dilaksanakan dan dicapai oleh peserta didik merupakan output dari implementasi sistem, yang harus dinilai supaya dapat diketahui hingga mereka dapat mempertunjukan atau menguasai tingkah laku sebagaimana dirumuskan dalam tujuan pembelajaran

Langkah 6 : Mengadakan perbaikan

Pada langkah ini ditentukan, bahwa hasil –hasil yang diperoleh dari evaluasi digunakan sebagai umpan balik bagi sistem keseluruhan dan bagi kompinen-komponen sistem, yang pada gilirannya menjadi dasar untuk mengadakan perubahan untuk perbaikan sistem pembelajaran.

Kendatipun 6 komponen tersebut tampaknya sangat sederhana, namun untuk mengembangkan rancangan sistem pembelajaran model ini memerlukan kemampuan akademik yang cukup tinggi serta pengalaman yang memadai serta wawasan yang luas. Selain dari itu, proses pengemabnagan suatu sistem menuntut partisipasi pihak-pihak terkait, seperti kepala sekolah, administrator, supervisor dan kelompok guru, sehingga rancangan kurikulum yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pendidikan di sekolah dan dapat diterapkan dalam sistem sekolah

3.      Model Kemp, Morrison & Ross
Kemp merupakan  model yang membentuk siklus.Model system instruksional yang dikembangkan Kemp ini tidak ditentukan dari komponen mana seharusnya guru memulai proses pengembangan. Komponen –komponen dalam suatu desain instuksional menurut Kemp adalah :
a.    Hasil yang ingin dicapai
b.    analisis tes mata pelajaran
c.    tujuan khusus belajar
d.   aktivitas belajar
e.    sumber belajar
f.    layanan pendukung
g.   tes awal
h.   karekteristik belajar
Berorientasi pada perancangan pembelajaran yang menyeluruh. Sehingga guru sekolah dasar dan sekolah menengah, dosen perguruan tinggi, pelatih di bidang industry, serta ahli media yang akan bekerja sebagai perancang pembelajaran. Menurut Miarso dan Soekamto, model pembelajaran Kemp dapat digunakan di semua tingkat pendidikan, mulai dari Sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Ada 4 unsur yang merupakan dasar dalam membuat model Kemp:
·      Untuk siapa program itu dirancang? (ciri pebelajar)
·      Apa yang harus dipelajari? (tujuan yang akan dicapai)
·      Bagaimana isi bidang studi dapat dipelajari dengan baik? (metode/strategi pembelajaran)
·      Bagaimana mengetahui bahwa proses belajar telah berlangsung? (evaluasi)
Model Kemp oleh Kemp, J.E, Morrison, G.R, dan Ross, S.M (1994 ), menurut Kemp rancangan pengembangan perangkat pembelajaran merupakan suatu lingkaran yang kontinum. Rancangan pengembangan perangkat pembelajaran model ini terdiri dari sembilan komponen tahapan dan tidak mempunyai titik awal tertentu.

Tiap-tiap langkah dalam rancangan pengembangan berhubungan secara langsung dengan aktivitas revisi, sehingga memungkinkan sejumlah perubahan dari segi isi atau perlakuan terhadap semua unsur tersebut selama program berlangsung. Pada model Kemp ini, seorang pengembang perangkat dapat memulai proses pengembangan dari komponen yang manapun dalam siklus yang berbentuk bulat telur tersebut. Namun karena kurikulum yang berlaku secara nasional berorientasi kepada tujuan pembelajaran (komptensi dasar dan tujuan pembelajaran khusus), maka proses pengembangan perangkat seyogyanya dimulai dari tujuan pembelajaran.

Kesembilan komponen tahapan model Kemp tersebut adalah Instructional Problems (masalah pengajaran), Learner Characteristics (karakteristik siswa), Task Analysis (analisis tugas), Instructional Objectives (tujuan pengajaran), Content Sequencing (urutan materi), Instructional Strategies (strategi pengajaran), Instructional Delivery (cara penyampaian pengajaran), Evalution Instrumens (instrumen evaluasi), dan Instructional Resources (sumber pengajaran).

Berdasarkan uraian dari ketiga model rancangan pengembangan perangkat pembelajaran di atas, pada dasarnya komponen-komponen dari ketiga model tersebut subtansinya sama, kalaupun ada perbedaan, maka perbedaan itu tidak terlalu prinsip. Ketiga model itu bertujuan agar perangkat pembelajaran yang dikembangkan benar-benar handal dan berfungsi untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.

Secara umum rancangan pengembangan perangkat pembelajaran model Kemp, J.E, Morrison, G.R, dan Ross, S.M (1994: 9) digambarkan seperti pada Gambar 2.
Tahap-tahap dalam mengembangkan perangkat pembelajaran menurut model Kemp, (1994: 9) dijelaskan sebagai berikut:
1.      Instructional Problems (Masalah Pembelajaran)
Pada tahapan ini dilakukan analisis tujuan berdasarkan masalah pembelajaran yang terdapat di dalam kurikulum yang berlaku untuk bahan kajian yang akan dikembangkan perangkatnya.
2.      Leaner Characteristics (Karakteristik Siswa)
Pada tahap ini dilakukan analisis karakteristik siswa yang akan menjadi tempat implementasi perangkat. Karakteristik yang dimaksud meliputi ciri, kemampuan, dan pengalaman baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Sumber untuk memperoleh karakteristik siswa antara lain guru, kepala sekolah atau dokumen yang relevan. Ciri pribadi misalnya umur, sikap, dan ketekunan terhadap pelajaran.
3.      Task Analysis (Analisis Tugas)
Analisis tugas merupakan perincian isi mata ajar dalam bentuk garis besar untuk menguasai isi bahan kajian atau mempelajari keterampilan yang mencakup keterampilan kognitif, keterampilan psikomotor, dan keterampilan sosial. Analisis tugas ini meliputi analisis struktur isi, analisis prosedural, analisis konsep, dan pemrosesan informasi. Analisis struktur isi dilakukan dengan mencermati kurikulum sedangkan analisis prosedural adalah analisis tugas yang dilakukan dengan mengidentifikasi tahap-tahap penyelesaian tugas sehingga diperoleh peta tugas. Analisis konsep dilakukann dengan mengidenfikasi konsep-konsep utama yang akan diajarkan dan menyusunnya secara sistematis sesuai urutan penyajian dan merinci konsep-konsep yang relevan. Hasil analisis ini akan diperoleh peta konsep. Analisis pemrosesan informasi dilakukan untuk mengelompokkan tugas-tugas yang akan dilaksanakan oleh siswa selama pembelajaran berlangsung dengan mempertimbangkan alokasi waktu. Analisis pemrosesan informasi ini akan menghasilkan cakupan konsep atau tugas yang akan diajarkan dalam pembelajaran yang tertuang dalam satu rencana pembelajaran.
4.      Instructional Objectives (Merumuskan Tujuan Pembelajaran)
Rumusan tujuan pembelajaran adalah tujuan pembelajaran khusus (indikator hasil belajar) yang diperoleh dari hasil analisis tujuan yang dilakukan pada tahap masalah pembelajaran.
5.      Content Squencing (Urutan Materi Pembelajaran)
Pada tahap ini isi pokok bahasan yang akan diajarkan diurutkan terlebih dahulu. Menurut Posner dan Strike (Kemp, 1994: 104) ada lima aspek yang perlu diperhatikan dalam mengurutkan pokok bahasan yaitu pengetahuan prasyarat, familiaritas, kesukaran, minat, dan perkembangan siswa. Setelah isi pokok bahasan diurutkan, langkah selanjutnya adalah menentukan strategi awal pembelajaran.
6.      Instructional Strategies (Strategi Pembelajaran)
Strategi pembelajaran yang digunakan menggambarkan urutan dan metode pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
7.      Instructional Delivery (Cara Penyampaian Pembelajaran)
Metode penyampaian ditentukan berdasarkan tujuan dan lingkungan pembelajaran, yang dapat bersifat klasikal, kelompok, atau individual.
8.      Evaluation Instrumens (Instrumen Penilaian)
Instrumen penilaian (tes hasil belajar) disusun berdasarkan tujuan pembelajaran khusus yang telah dirumuskan. Kriteria penilaian yang dilakukan adalah penilaian acuan patokan sehingga tes hasil belajar yang dikembangkan harus dapat mengukur tingkat pencapaian tujuan pembelajaran khusus.
9.      Instructional Resources (Sumber Pembelajaran)
Faktor-faktor yang diperhatikan dalam membuat media pembelajaran yang akan dipergunakan yaitu ketersediaan secara komersial, biaya pengadaan, waktu untuk menyediakannya dan menyenangkan bagi siswa.
10.  Revision (Revisi Perangkat)
Revisi perangkat pembelajaran dimaksudkan untuk mengevaluasi dan memperbaiki perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Revisi perangkat dilakukan melalui tahap telaah oleh para pakar, hasil simulasi pembelajaran, hasil uji coba I maupun hasil uji coba II.
11.  Formative Evaluation (Penilaian Formatif)
Penilaian formatif adalah penilaian yang dilakukan setiap selesai satu unit proses pembelajaran. Penilaian ini berguna untuk menemukan kelemahan dalam perencanaan pembelajaran sehingga berbagai kekurangan ini dapat dihindari sebelum program dipakai secara luas.
12.  Planning (Perencanaan) dan Project Management (Manajemen Proyek)
Aspek teknis perencanaan sangat mempengaruhi keberhasilan rancangan pengembangan. Merencanakan pembelajaran merupakan suatu proses yang rumit sehingga menuntut pengembang perangkat untuk selalu memperhatikan tiap-tiap unsur dan secara terus menerus menilai kembali hubungan setiap bagian rencana itu dengan tata keseluruhannya, karena setiap unsur dapat mempengaruhi perkembangan unsur yang lain.
13.  Summative Evaluation (Penilaian Sumatif)
Penilaian sumatif diarahkan pada pengukuran seberapa jauh hasil belajar utama dicapai pada akhir seluruh pembelajaran, dapat juga berupa kegiatan menindaklanjuti siswa setelah ia menyelesaikan suatu program pembelajaran untuk menentukan apakah dan bagaimana ia menggunakan dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipelajarinya dalam program pembelajaran.
14.  Support Services (Pelayanan Pendukung)
Pelayanan pendukung meliputi ketersediaan anggaran, fasilitas, bahan, perlengkapan, kemampuan staf, pengajar, perancang pembelajaran, pakar, dan lain sebagainya


4.      Model Dick, Carey & Carey

Menurut model ini, desainer merumuskan tujuan khusus yakni ferpormance goals, perlu menganalisis pembelajaran serta menentukan kemampuan awal siswa terlebih dahulu. Langkah akhir dari desain adalah melakukan evaluasi yakni evaluasi formatife dan evaluasi summative. Berrdasarkan hasil evaluasi inilah selanjutnya dilakukan umpan balik dalam merevisi program pembelajaran.

Tahapan model pengembangan sistem pembelajaran menurut Dick and Carey (1937 : 1) dibagi menjadi 10 tahapan yaitu:
1.    Menganalisis Tujuan Pembelajaran.
2.    Melakukan Analisis Pembelajaran.
3.    Menganalisis siswa dan konteks.
4.    Merumuskan tujuan khusus.
5.    Mengembangkan instrumen penilaian.
6.    Mengembangkan strategi pembelajaran.
7.    Mengembangkan materi pembelajaran.
8.    Merancang & Mengembangkan Evaluasi Formatif.
9.    Merevisi Pembelajaran.
10.               Merancang dan Mengembangkan Evaluasi Summatif

5.      Model Rothwell & Kazanas
Model yang mengedepankan pendekatan sistem dalam pelaksanaannya, tersusun secara sistematis dimana model ini harus dilakukan dalam tahapan demi tahapan dan harus dilakukan pula secara berurutan.
Model Rothwell & Kazanas (1994) merupakan salah satu model yang berorientasi sistem. Dalam model in, Rothwell & Kazanas menempatkan desain pembelajaran sebagai suprasistem yang terdiri atas sitem-sistem bukan sebagai subsistem. Model ini mempunyai komponen sebagai berikut :
·       Melaksanakan analisis kebutuhan
·       menelusuri karakteristik peserta didik
·       menganalisis lingkungan bekerja
·       melaksanakan analisis pekerjaan dan materi
·       merumuskan tujuan kinerja (pembelajaran)
·       mengembangkan pengukuran kinerja
·       menyusun urutan tujuan kinerja
·       menentukan strategi pembelajaran
·       mendesain materi (bahan) pembelajaran
·       mengevaluasi pembelajaran
Setiap komponen dalam model ini, terintergrasi menjadi kesatuan yang sinergis dan terangkai secara sistematis. Pembelajaran dalam sitem ini dapat dilihat dalam berbagai sudut pandang, jadi pembelajaran tidak hanya kegiatan dalam kelas atau proses belajar semata.
Langkah-langkah atau tahapan-tahapan model Rothwell & Kazanas dalam desain pembelajaran, sebagai berikut:
1.    analisis kebutuhan kepada lingkungan sekitar, melihat dan mencari apa yang menjadi tuntutan masyarakat.
2.    melakukan pendekatan kepada peserta didik, mengenali karakteristik, latar belakang peserta didik.
3.    menganalisis lingkungan yang menjadi tempat pelaksanaan proses pembelajaran. Dengan mengkondisikan tempat tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi yang menunjang proses pembelajaran.
4.    pengkajian atas pekerjaan atau materi yang berdasarkan sumber belajar yang digunakan.
5.    setelah materi tersebut dikaji, kemudian menyusun tujuan kinerja. Dengan demikian peserta dapat mencapai kompetensi yang diinginkan.
6.    Tujuan telah ditetapkan, namun tujuan tersebut harus disertakan dengan cara pengukuran tingkat keberhasilan. Agar dapat mengontrol setiap proses belajar yang terjadi.
7.    Penyusunan tujuan pembelajaran yang disusun sedemikian rupa dengan maksud peserta didik dapat memiliki kompentensi secara bertahap. Jadi peserta tidak merasa kesulitan dalam melakukan tahapan-tahapan tersebut.
8.    Menentukan strategi pembelajaran baik dalam penentuan metode, media, maupun alternatif penyampaian bahan ajar ke peserta didik.
9.    Merancang bahan ajar yang disesuaikan dengan media, metode, dan peserta didik. Agar bahan ajar menjadi lebih efektif, atrakti, dan disampaikan secara optimal.
10.                   Evaluasi pembelajaran dengan disertakan perbaikan atas perbaikan atas kekurangan yang terjadi dalam proses pembelajaran.
Kelebihan model ini :
  • Komponen tersusun secara rinci dan sistematis dengan memperhatikan detail-detail dalam setiap komponennya.
  • Analisis akan kebutuhan menjadi suatu nilai tambah, dimana model ini akan memperhatikan tuntutan yang ada dimasyarakat.
  • Terdapat pemisahan antara penilaian proses belajar dengan penilaian terhadap program pembelajaran.
Kelemahannya model ini:
  • model ini memerlukan waktu yang cukup lama dalam perumusan tahapan demi tahapannya.
  • sangat kompleks dan penuh detail-detail yang membuat model ini kurang diminati pendidik pada umumnya, namun sangat tepat digunakan oleh para ahli pembelajaran.
  • memerlukan ketelitian dan tingkat analisis yang baik, agar terhindar dari kesalahan-kesalahan fatal yang mungkin terjadi.
model ini sangat tepat digunakan untuk program pelatihan di suatu organisasi. Karena pada model ini, program yang dirancang akan benar-benar mengupayakan proses belajar yang optimal, efektif, dan efisien

4 komentar:

  1. thanks ya...sangat membantu utk tugas merangkum...
    anda baik sekali

    BalasHapus
  2. sieeppp....tp bsok gantian yaa....hehehe

    BalasHapus
  3. ada gak ya perbedaan model J.E Kemp sama Briggs?

    BalasHapus
  4. Pertamax lah Gan, thanks infonya.

    BalasHapus