BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pengenalan bahasa Inggris di sekolah dasar sangat
penting. Ada beberapa alasan yang melatar belakangi program ini harus terus
dilanjutkan. Alasan yang pertama ialah bahasa Inggris adalah suatu bahasa yang
sangat penting dalam dunia internasional khususnya di era globalisasi sekarang
ini. Bahasa Inggris dipergunakan sebagai media komunikasi dengan orang lain
dari berbagai negara. Menurut pendapat Crystal (2003) bahwa bahasa Inggris
tersebar dan dipergunakan hampir seperempat penduduk dunia dan terus akan
berkembang menjadi satu setengah trilyun pada awal tahun 2000 an ini. Alasan
kedua ialah dengan menguasai bahasa Inggris maka orang akan dengan mudah masuk
dan dapat mengakses dunia informasi dan teknologi. Dengan pengenalan bahasa
Inggris di sekolah dasar maka siswa akan mengenal dan mengetahui bahasa
tersebut lebih awal. Oleh karena itu mereka akan mempunyai pengetahuan dasar
yang lebih baik sebelum melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Mata pelajaran bahasa
Inggris di sekolah
dasar sudah dilaksanakan
selama kurang lebih 15 tahun. Kebijakan tentang dimungkinkannya
pelajaran bahasa Inggris di sekolah
dasar secara resmi
dibenarkan sebab dilandasi
dengan kebijakan-kebijakan terkait. Kebijakan Depdikbud RI No.
0487/4/1992, Bab VIII, menyatakan bahwa sekolah dasar dapat menambah
matapelajaran dalam kurikulumnya, asalkan pelajaran itu tidak bertentangan
dengan tujuan pendidikan nasional. Kemudian, kebijakan ini disusul oleh SK Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan
No. 060/U/1993 tanggal
25 Februari 1993 tentang
dimungkinkannya program bahasa
Inggris di sebagai
mata pelajaran muatan lokal SD,
dan dapat dimulai
pada kelas 4
SD. Kebijakan ini
telah ditanggapi secara
positif dan luas
oleh masyarakat, yaitu sekolah-sekolah dasar
yang merasa memerlukan
dan mampu untuk
menyelenggarakan pengajaran bahasa Inggris.
Dalam perjalanan pengembangannya, bahasa
Inggris yang semula sebagai
matapelajaran muatan lokal pilihan menjadi matapelajaran muatan lokal wajib di
beberapa daerah.
Kurikulum mata pelajaran muatan lokal
ini tidak disusun oleh Pusat Kurikulum Depdiknas
tetapi dikembangkan di
tingkat provinsi. Oleh
karena itu, kurikulum tiap daerah
berbeda dengan daerah lain, baik mengenai tujuannya maupun materinya (Suyanto,
2001). Dari hasil analisis, Kurikulum Bahasa
Inggris sebagai muatan lokal yang
ada bila benar-benar kita cermati
masih banyak kelemahannya.
Tujuan yang merupakan
salah satu komponen penting
pengajaran bahasa Inggris
tidak sesuai untuk
perkembangan anak usia 6–12 tahun.dalam perkembangannya bahasa inggris
merupakan hal yang sangat penting. Bahasa inggris menjadi salah satu bagian
dalam pergaulan internasional sehingga bahasa inggris menjadi bagian dasar pada
kurikulum yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan hidup siswa.
Sebenarnya tujuan pengajaran bahasa
Inggris di Indonesia berbeda dengan tujuan pengajaran bahasa
Inggris sebagai bahasa
kedua di negara
di mana bahasa
Inggris sebagai medium komunikasi.
Bahasa Inggris merupakan
bahasa asing pertama
yang wajib diajarkan
di SLTP dan SMU,
sedangkan di SD
merupakan salah satu
pelajaran muatan lokal yang
sebenarnya bukan (atau
belum) merupakan mata
pelajaran wajib.
Tujuan
pengajaran bahasa Inggris
mencakup semua kompetensi
bahasa, yaitu: menyimak
(listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing). Bahasa Inggris
sangat berbeda dengan
bahasa pertama anak-anak
(bahasa Indonesia, Jawa, Sunda,
dan bahasa daerah
yang lain di
Indonesia). Perbedaan kebahasaan ini
penting untuk dipahami
guru agar pembelajaran
dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Perbedaan tersebut antara
lain: ucapan, ejaan, struktur bahasa,
tekanan dan intonasi,
kosakata, dan nilai
kultur bahasa asing.
Gebhard (1996) menyatakan bahwa
kebanyakan pelajaran bahasa
Inggris diarahkan agar
siswa dapat menganalisis dan
memahami bahasa Inggris
sehingga mereka dapat
lulus ujian. Kenyataannya adalah
tidak ada atau
sedikit sekali kesempatan
bagi siswa untuk menerapkan apa
yang mereka pelajari
dalam situasi yang
komunikatif di luar
sekolah. Pada umumnya kelas
bahasa Inggris di
Indonesia lebih banyak
menekankan pada “learning about
English” bukan “learning how to use English”
Agar pembelajaran bahasa inggris bagi
siswa SD bisa mencapai tujuan yang diinginkan,maka proses pembelajaranya perlu
dibenahi.Pembenahan tersebut, salah satu di antaranya adalah penerapan Model Inquiry
Training pada pembelajaran empat skill dalam bahasa inggris bisa tercapai yaitu
dalam skill reading (membaca, specifiknya adalah pengucapan kosa kata),writing
(menulis), listening (mendengrakan) dan speaking ( berbicara) .
1.2
Rumusan Masalah
- Bagaimana penguasaan konsep siswa dengan penerapan model pembelajaran inkuiri?
- Bagaimana kemampuan pemecahan masalah siswa dengan penerapan pembelajaran inkuiri?
- Bagaimana aktivitas siwa dengan model pembelajaran inkuiri yang diterapkan ?
- Bagaimanakah penerapan Model Inquiry Training pada pembelajaran bahasa inggris pada kelas 4 SD?
1.3
Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui tentang penguasaan konsep siswa dengan penerapan Model Inquiry Training
- Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa dengan penerapan Model Inquiry Training
- Untuk mengetahui aktivitas siwa dengan model pembelajaran inkuiri yang diterapkan.
- Untuk mengetahui ketercapaian penerapan Model Inquiry Training pada pembelajaran bahasa inggris pada kelas 4 SD.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Model Pembelajaran Inquiry
Training
Model pembelajaran inquiry
training dikembangkan oleh seorang tokoh yang bernama Suchman.
Suchman meyakini bahwa anak-anak merupakan individu yang penuh rasa ingin tahu
akan segala sesuatu.
Suchman untuk mendukung teori yang mendasari model pembelajaran ini:
1.
Secara alami manusia mempunyai
kecenderungan untuk selalu mencari tahu akan segala sesuatu yang menarik
perhatiannya;
2.
Mereka akan menyadari keingintahuan
akan segala sesuatu tersebut dan akan belajar untuk menganalisis strategi
berpikirnya tersebut;
3.
Strategi baru dapat diajarkan secara
langsung dan ditambahkan/digabungkan dengan strategi lama yang telah dimiliki
siswa;
4.
Penelitian kooperatif (cooperative
inquiry) dapat memperkaya kemampuan berpikir dan membantu siswa belajar tentang
suatu ilmu yang senantiasa bersifat tentatif dan belajar menghargai penjelasan
atau solusi altematif
Model inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang menitikberatkan
kepada aktifitas siswa dalam proses belajar. Pembelajaran
dengan model inkuiri pertama kali dikembangkan oleh Richard Suchman tahun 1962
(Joyce, 2000). Ia menginginkan agar siswa bertanya mengapa suatu peristiwa terjadi,
kemudian ia mengajarkan pada siswa mengenai prosedur dan menggunakan organisasi
pengetahuan dan prinsip-prinsip umum. Siswa melakukan kegiatan, mengumpulkan
dan menganalisa data, sampai akhirnya siswa menemukan jawaban dari pertanyaan
itu.
Dalam pembelajaran dengan metode inkuiri, siswa terlibat
secara mental maupun fisik untuk memecahkan permasalahan yang diberikan guru.
Dengan demikian siswa akan terbiasa bersikap seperti sikap ilmuan sains yang
teliti, tekun/ulet, objektif/jujur, menghormati pendapat orang lain dan
kreatif.
Tujuan utama dari model pembelajaran inquiry training adalah membuat siswa
menjalani suatu proses tentang bagaimana pengetahuan diciptakan. Untuk mencapai
tujuan ini, siswa dihadapkan pada sesuatu (masalah) yang misterius, belum
diketahui, tetapi menarik. Namun, perlu diingat bahwa masalah, tersebut harus
didasarkan pada suatu gagasan yang memang dapat ditemukan (discoverable ideas),
bukan mengada-ada.
Dalam pengajaran IPA (dalam hal ini fisika), pembelajaran melalui model seperti ini akan
membawa dampak besar bagi perkembangan mental positif siswa, sebab melalui
pengajaran ini siswa mempunyai kesempatan yang luas untuk mencari dan menemukan
sendiri apa yang dibutuhkannya terutama dalam pembelajaran yang bersifat
abstrak seperti topik listrik (Winataputra, dalam Kaswan, 2004).
Kourilsky (Hamalik, 2004), menyatakan bahwa pengajaran
berdasarkan inkuiri berpusat pada
siswa dimana siswa dihadapkan ke dalam
suatu masalah kemudian mencari jawaban melalui suatu prosedur yang
digariskan secara jelas dan struktural.
Dengan menitikberatkan pada proses menemukan langsung oleh siswa, maka
penguasaan konsep tentang listrik dinamis dapat ditingkatkan sehingga kemampuan
pemecahan masalah siswa diharapkan juga dapat meningkat. Dengan keterlibatan
langsung dalam proses pembelajaran diharapkan siswa memiliki kecakapan hidup (life skill). Dengan kecakapan-kecakapan
tersebut ia bisa mengenal potensi diri, eksistensi diri, kecakapan berpikir
baik menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan, yang
kesemuanya bermuara pada kecakapan memecahkan masalah. (Depdiknas, 2004).
Masalah adalah situasi yang dialami
seseorang sehingga apa yang dialaminya berbeda dengan apa yang secara ideal
diinginkannya (Heylighen dalam Haryanto, 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa
sesorang yang mempunyai masalah bilamana ada pemisah antara keadaannya dengan
apa yang diinginkannya dan dia tidak tahu bagaimana menghilangkan pemisah
tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia selalu dihadapkan dengan berbagai
macam masalah, yang memerlukan kita untuk mencari jalan keluar dengan berbagai
keterampilan dan kemampuan untuk memecahkannya. Russeffendi (Osarizalsyam,
2006) menyatakan bahwa pemecahan masalah
adalah pendekatan yang bersifat umum yang lebih mengutamakan proses dari
pada hasil.
Riset telah membuktikan mengenai proses
pemecahan masalah. Gerace, J. W. et al
(2005), mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah seorang siswa tidak hanya
tergantung pada tingkat kematangannya tetapi juga ditentukan dari permasalahan
yang mereka sendiri mengalaminya. Ia menyimpulkann bahwa kemampuan untuk
memecahkan suatu masalah, tidak hanya ditentukan oleh pola pikir melainkan
dipengaruhi oleh kerja atau pelatihan.
Dengan demikian pembelajaran yang
bernuansa pemecahan masalah harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu
merangsang siswa untuk berfikir dan mendorong menggunakan pikirannya secara
sadar untuk memecahkan masalah. Belajar pemecahan masalah pada hakekatnya adalah belajar berpikir (learning to think) atau belajar bernalar (learning to reason), yaitu berpikir
atau bernalar mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah
diperoleh sebelumnya untuk memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah
dijumpai
Ada beberapa ahli yang mengemukakan
tentang strategi pemecahan masalah diantaranya Mettes (Arifin, 1984),
menyatakan tahap-tahap dalam memecahkan masalah yaitu: tahap analisa, tahap
perencanaan, tahap pemecahan masalah, tahap melakukan perhitungan, dan tahap
pengecekan. Sedangkan Menurut Polya (Hudoyo, 1979) mengatakan bahwa pemecahan
masalah sebagai usaha mencari jalan ke luar dari suatu kesulitan mencapai suatu
tujuan yang tidak begitu saja dengan
serta-merta dapat dicapai. Selanjutnya ia mengatakan bahwa pemecahan masalah
merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual yang sangat tinggi. Heller, et.
al. (Huffman, 1997) mengatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah (problem solving) yang dihadapi siswa dalam ilmu fisika dapat
dilakukan dengan memberikan strategi bagaimana memecahkan masalah tersebut.
Dalam penelitian ini strategi pemecahan masalah yang digunakan adalah strategi
pemecahan masalah yang dikembangkan oleh Heler, et.al yang dikembangkan dengan
beberapa tahapan.
Tahap-tahap pemecahan masalah yang
dikembangkan oleh Heler, et.al (Huffman, 1997) mengacu pada lima tahapan
meliputi:
1. Memfokuskan masalah (focus the problem)
2. Menguraikan secara konsep
fisika (describe the physics)
3. Merencanakan solusi (plan the solution)
4. Melaksanakan rencana
pemecahan masalah (execute the plan
5. Memberikan evaluasi pada solusi (evaluate the solution)
Beberapa karakteristik yang menandai kegiatan inkuiri ialah: (1)
siswa mengembangkan kemampuannya dalam melakukan
observasi khusus untuk membuat inferensi, (2) sasaran belajar adalah proses
pengamatan kejadian, obyek dan data yang kemudian mengarahkan pada perangkat
generalisasi yang sesuai, (3) guru hanya mengontrol ketersediaan materi dan
menyarankan materi inisiasi, (4) dari materi yang tersedia siswa mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tanpa bimbingan guru, (5) ketersediaan materi di dalam
kelas menjadi penting agar kelas dapat berfungsi sebagai laboratorium, (6)
kebermaknaan didapatkan oleh siswa melalui observasi dan inferensi serta melalui
interaksi dengan siswa lain, (7) guru tidak membatasi generalisasi yang dibuat
oleh siswa, dan (8) guru mendorong siswa untuk mengkomunikasikan generalisasi
yang dibuat sehingga dapat bermanfaat bagi semua siswa dalam kelas.
Langkah
pembelajaran inkuri, merupakan suatu siklus yang dimulai dari:
1. Observasi atau pengamatan terhadap berbagai
fenomena alam
2. Mengajukan pertanyaan tentang fenomena yang
dihadapi
3. Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban
4. Mengumpulkan data yang terkait dengan
pertanyaan yang diajukan
5. Merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan
data.
Sasaran
pembelajaran yang dapat dicapai dengan penerapan inkuiri adalah:
Sasaran kognitif
1. Memahami bidang khusus dari materi pelajaran
2. Mengembangkan keterampilan proses sains
3. Mengembangkan kemampuan bertanya, memecahkan
masalah dan melakukan
percobaan
4. Menerapkan pengetahuan dalam situasi baru
yang berbeda.
5. Mengevaluasi dan mensintesis informasi, ide
dan masalah baru
6. Memperkuat keterampilan berpikir kritis
Sasaran afektif
1. Mengembangkan minat terhadap pelajaran dan
bidang ilmu
1. Memperoleh apresiasi untuk pertimbangan moral
dan etika yang relevan
dengan bidang ilmu tertentu.
2. Meningkatkan intelektual dan integritas
3.
Mendapatkan kemampuan untuk belajar dan menerapkan materi pengetahuan.
Pendekatan inquiry harus memenuhi empat kriteria ialah kejelasan,
kesesuaian ketepatan dan kerumitannya. Setelah guru mengundang siswa untuk
mengajukan masalah yang erat hubungannya dengan pokok bahasan yang akan
diajarkan, siswa akan terlibat dalam kegiatan inquiry dengan melalui 5 fase
ialah:
Fase 1 :
Fase 1 :
Siswa menghadapi masalah yang dianggap oleh siswa memberikan
tantangan untuk diteliti.
Fase 2 :
Siswa melakukan pengumpulan data untuk menguji kondisi, sifat
khusus dari objek teliti dan pengujian terhadap situasi masalah yang dihadapi.
Fase 3 :
Siswa mengumpulkan data untuk memisahkan variabel
yang relevan, berhipotesis dan bereksperimen untuk menguji hipotesis sehingga
diperoleh hubungan sebab akibat.
Fase 4 :
Merumuskan penemuan inquiry hingga diperoleh
penjelasan, pernyataan, atau prinsip yang lebih formal.
Fase 5 :
Melakukan analisis terhadap proses inquiry,
strategi yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Analisis diperlukan untuk
membantu siswa terarah pada mencari sebab akibat
2.2 Kelemahan dan Kelebihan Model Inquiry
Trainig
Awalnya model pembelajaran inquiry training digunakan
untuk mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan alam, tapi dapat digunakan untuk semua
mata pelajaran. Model ini sangat penting untuk mengem-bangkan nilai dan sikap
yang sangat dibutuhkan agar siswa mampu berpikir ilmiah, seperti:
- Keterampilan melakukan pengamatan, pengumpulan dan pengorganisasian data termasuk merumuskan dan menguji hipotesis serta menjelaskan fenomena,
- Kemandirian belajar,
- Keterampilan mengekspresikan secara verbal,
- Kemampuan berpikir logis, dan
- Kesadaran bahwa ilmu bersifat dinamis dan tentative
Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari
pembelajaran dengan metode inkuiri ini, diantaranya seperti yang dikemukakan
oleh Bruner (Amin, 1987) sebagai berikut:
1. Siswa
akan memahami konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih baik
2. Membantu dalam menggunakan daya ingat dan transfer pada situasi-situasi
proses belajar yang baru
3. Mendorong
siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri.
4. Mendorong
siswa untuk berpikir inisiatif dan merumuskan hipotesisnya
sendiri.
5. Memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik
6. Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang
Dalam pembelajaran bidang Sains,
model ini sampai sekarang masih tetap dianggap sebagai metode yang cukup
efektif. Joko menyebutkan dari David L. Haury dalam artikelnya, Teaching
Science Through Inquiry (1993) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred
Novak : inquiry merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk
menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu.
Dengan kata lain, inquiry berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif
yang fokus pada pencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin
tahu.
Model menggambarkan tingkat terluas
dari praktek pendidikan dan berisikan orientasi filosofi pembelajaran. Model
digunakan untuk menyeleksi dan menyusun strategi pengajaran, metode,
keterampilan, dan aktivitas siswa untuk memberikan tekanan pada salah satu
bagian pembelajaran (topik konten). "Inquiry" didefinisikan sebagai
upaya untuk mencari kebenaran, pengetahuan, atau upaya untuk mencari informasi
melalui serangkaian pertanyaan.
Sebuah peribahasa berbahasa Inggris :
"Tell me and I forget, show me and I remember, involve me and I
understand." Hal yang disebutkan pada kalimat terakhir, “involve me and I
understand” adalah salah satu dasar pemikiran dalam model inquiry training.
Keterlibatan siswa dalam porsi yang cukup besar amat menentukan kepahaman siswa
dalam materi pembelajaran tersebut. Model inquiry merupakan model pembelajaran
yang berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga
dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan
kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai
subjek yang belajar.
Alasan rasional penggunaan model inquiry adalah bahwa
siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai Sains dan akan lebih
tertarik terhadap Sains jika mereka dilibatkan secara aktif dalam “melakukan”
Sains. Perlu diketahui bahwa investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan
tulang punggung inquiry. Investigasi ini difokuskan untuk memahami
konsep-konsep Sains dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa.
Diyakini bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berfikir ilmiah
tersebut.
Di dalam pembelajaran konvensional yang sebelumnya kita
kenal, siswa diarahkan sedemikian rupa sehingga siswa menjadi sedikit bertanya
dan kurang kreatif mengelola rasa ingin tahunya. Penyampaian materi ajar
dirancang oleh guru tanpa memperhatikan keterlibatan siswa dalam mencaritahu
sendiri apa yang ingin diketahuinya tentang suatu topic bahasan. Beberapa hal
yang menyebabkannya adalah kurangnya pemahaman pendidik atau guru dalam
memahami model inquiry training bahkan tidak mengetahuinya sama sekali.
Perlu juga ditekankan bahwa inquiry training tidak hanya
sekedar memancing siswa untuk mengemukakan pertanyaan melainkan lebih dari itu.
Kompleksitas inquiry terjadi melalui proses keterlibatan siswa dalam
mengumpulkan informasi atau data yang kemudian dimanfaatkannya sebagai bentuk
pengetahuan baru. Proses ini lahir dari rasa penasaran atau rasa ingin tahunya
untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.
Menurut penelitian Iklima (2011), model pembelajaran
inquiry training memberi kesempatan siswa untuk meningkatkan keaktifan dan
prestasi belajar di dalam kelas. Keaktifan tersebut meliputi keaktifan dalam
mengajukan dan menjawab pertanyaan, melakukan eksperimen, dan diskusi kelompok.
Proses pelaksanaan pembelajaran dengan model inquiry
training diawali dengan tahapan konfrontasi dengan masalah, pengumpulan dan
verifikasi data, pengumpulan data-eksperimentasi, mengorganisasi dan merumuskan
penjelasan, serta menganalisis proses inquiry.
Berdasarkan hasil penelitian Arief (2010) yang
menggunakan metode eksperimen dalam penelitiannya, penggunaan model inquiry
training dalam belajar fisika memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar
siswa, adanya kreativitas tinggi, dan sikap ilmiah tinggi.
Menurut penelitian Joko, juga menyebutkan bahwa model
inquiry dalam belajar Sains memiliki pengaruh yang tinggi terhadap motivasi
belajar siswa. Akhirnya Joko menyimpulkan bahwa berdasarkan penjabaran kelima
komponen dalam metode inquiry ditinjau dari berbagai teori tentang motivasi dan
rasa ingin tahu (curiosity) terlihat bahwa model inquiry memberikan kesempatan
meningkatnya motivasi belajar siswa.
Model inquiry membantu perkembangan antara lain
scientific literacy dan pemahaman proses-proses ilmiah, pengetahuan vocabulary
dan pemahaman konsep, berpikir kritis, dan bersikap positif. Dapat disebutkan
bahwa model inquiry tidak saja meningkatkan pemahaman siswa terhadap
konsep-konsep dalam Sains saja, melainkan juga membentuk sikap keilmiahan dalam
diri siswa.
Adapun peranan guru dalam pembelajaran dengan model
inquiry adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih
masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun
dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas
guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka
memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi
intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi.
2.3 Penerapan
Model Inquiry Training pada pembelajaran Bahasa Inggris
(Vocabulary: Part of the Body)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
NAMA SEKOLAH : SD_____________________
Mata Pelajaran : Bahasa
Inggris
Kelas/Semester : IV/1
Standar Kompetensi
Mendengarkan : 5. Memahami instruksi sangat sederhana dengan
tindakan dalam konteks kelas
Berbicara : 6. Mengungkapkan instruksi dan informasi sangat sederhana dalam konteks
kelas
Kompetensi
Dasar : 5.1. Merespon dengan
melakukan tindakan sesuai
dengan instruksi
secara berterima dalam
konteks kelas
dan dalam berbagai permainan.
5.2. Merespon instruksi sangat sederhana secara
verbal
6.1.
Menirukan ujaran dalam ungkapan sangat
sederhana secara
berterima.
6.2. Bercakap-cakap untuk menyertai tindakan
6.2. Bercakap-cakap untuk menyertai tindakan
secar berterima yang melibatkan
tindak tutur:
memberi
contoh melakukan sesuatu dan
memberi aba-aba
Indikator Kompetensi Dasar:
- Kognitif
a.
Produk
·
Mencatat bagian-bagian
tubuh (parts of body) dalam bahasa Inggris
·
Menjodohkan antara
bagian-bagian dari tubuh (parts of body) dengan fungsinya
b.
Proses
·
Melihat dan
mendengarkan slide show tentang parts of body
·
Mendengarkan penjelasan guru
tentang bagian-bagian tubuh (parts of body)
·
Mencatat bagian-bagian tubuh
(parts of body) beserta fungsinya dalam bahasa Inggris
- Psikomotor
·
Menyebutkan bagian-bagian tubuh
(parts of body) beserta fungsinya
dalam bahasa Inggris
·
Menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh guru
·
Membuat kesimpulan dari
bagian-bagian tubuh beserta fungsinya
- Afektif, Karakternya:
·
Percaya diri
·
Disiplin
·
Tanggung
Jawab
- Keterampilan Sosial
·
Bertanya
·
Meyumbangkan Ide
·
Menjadi pendengar yang baik
·
Menghargai pendapat orang lain
·
Komunikatif
Alokasi
Waktu : 2 x 35 menit
Tujuan
Pembelajaran
1.
Kognitif
a.
Produk
·
Siswa dapat mencatat
bagian-bagian tubuh (parts of body) dalam bahasa Inggris
·
Siswa dapat menjodohkan antara
bagian-bagian dari tubuh (parts of body) dengan fungsinya
b.
Proses
·
Siswa dapat mendengarkan
penjelasan guru tentang bagian-bagian tubuh (parts of body)
·
Siswa dapat mencatat
bagian-bagian tubuh (parts of body) beserta fungsinya dalam Bahasa Inggris
2.
Psikomotor
·
Siswa dapat menyebutkan bagian-bagian
tubuh (parts of body) beserta fungsinya dalam bahasa inggris
·
Siswa dapat menjawab pertanyaan
yang diberikan oleh guru
·
Siswa dapat membuat kesimpulan
dari bagian-bagian tubuh beserta fungsinya
3. Afektif
a.
Karakter
·
Terlibat dalam proses belajar
mengajar yang berpusat pada siswa, siswa menunjukkan karakter percaya diri,
disiplin dan tanggung jawab
b.
Keterampilan social
Terlibat
dalam proses belajar mengajar yang berpusat pada siswa, paling tidak siswa
dinilai membuat kemajuan dalam menunjukkan keterampilan sosial bertanya,
menghargai pendapat orang lain, komunikatif,menyumbangkan ide dan menjadi
pendengar yang baik
Karakter siswa yang diharapkan :
Dapat dipercaya ( Trustworthines)
Rasa hormat dan perhatian ( respect )
Tekun ( diligence )
Tanggung jawab ( responsibility )
Berani ( courage
)
Metode Pembelajaran : 1. Siswa melengkapi jumble words (kata rumpang)
2. Siswa mencocokkan gambar dengan kata yang dilihat
3. Siswa melengkapi fungsi anggota tubuh dengan verb
Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran:
- Kegiatan Pendahuluan
Apersepsi dan Motivasi :
· Guru mengawali pelajaran dengan menayangkan suatu gambar dan memberikan pertanyaan
kepada murid tentang gambar tersebut
· Guru dapat meminta siswa untuk mengikuti ucapan-ucapan yang mereka dengar dari
gambar yang ditayangkan.
2. Kegiatan Inti
&
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
F
Siswa diminta mengisi kata-kata rumpang dari cross word yang telah disediakan.
F
Pada cross
word, terdapat kata tentang bagiang tubuh yang perlu dilengkapi.
& Elaborasi
Dalam
kegiatan elaborasi, guru:
F Siswa diminta bekerja sama dengan yang teman sekelompoknya
untuk menebak isi dari kata rumpang yang masih kosong.
F Pada saat mendengar, siswa mengucapkan ulang kata
yang didengar dari gambar yang dilihat.
& Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
F Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum
diketahui siswa
F
Guru bersama
siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan
3. Kegiatan Penutup
Dalam
kegiatan penutup, guru:
F Guru membahas jawaban siswa secara bersama-sama.
Sebelumnya, guru dapat meminta siswa untuk membandingkan jawabannya dengan
teman yang duduk di sebelahnya.
F Jawaban tidak hanya harus benar, tetapi siswa juga
harus dapat menulis dengan ejaan yang benar
F Guru meminta siswa untuk memperagakan ucapan-ucapan
yang baru mereka lengkapi dengan teman-temannya. Siswa dapat melakukannya di
tempat duduk masing-masing.
F
Selama siswa melakukan kegiatan ini, guru mengitari
siswa dan memastikan siswa memperagakan ucapan dengan benar.
Alat/Sumber Belajar:
- Buku teks Let’s Make Friends with English, Bambang Sugeng, jilid 4, Esis
- Gambar-gambar atau benda-benda yang berkaitan dengan materi ajar
- Slide show parts of the body
- Buku-buku lain yang relevan
- Script kata rumpang
Penilaian:
Indikator Pencapaian
Kompetensi
|
Teknik Penilaian
|
Bentuk Instrumen
|
Instrumen/ Soal
|
§
Merespon
dengan melengkapi kata-kata rumpang yang masih kosong
§
Merespon
dengan mengucapkan dengan benar dari gambar yang ada
|
·
Tes tulis
·
Unjuk kerja
|
·
Melengkapi dialog
· Responding
|
Complete these
jumble words
1. H _ _ D
2. A _ _
3. _ O _E
4. _ LB_W
5. K _ _ E
.
Look and Listen,
after that pronounce it well!
(terdapat gambar
yang harus diucapkan siswa dengan benar)
|
FORMAT KRITERIA PENILAIAN
&
Produk
( hasil diskusi )
No.
|
Aspek
|
Kriteria
|
Skor
|
1.
|
Konsep
|
* semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah
|
4
3
2
1
|
&
Performansi
No.
|
Aspek
|
Kriteria
|
Skor
|
1.
2.
3.
|
Pengetahuan
Praktek
Sikap
|
* Pengetahuan
* kadang-kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan
* aktif Praktek
* kadang-kadang aktif
* tidak aktif
* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap
|
4
2
1
4
2
1
4
2
1
|
&
LEMBAR PENILAIAN
No
|
Nama Siswa
|
Performan
|
Produk
|
Jumlah
Skor
|
Nilai
|
||
Pengetahuan
|
Praktek
|
Sikap
|
|||||
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
|
|
|
|
|
|
|
|
CATATAN
:
Nilai = ( Jumlah skor : jumlah skor maksimal
) X 10.
@ Untuk siswa yang tidak memenuhi syarat
penilaian KKM maka diadakan Remedial
............, ......................20 ...
Mengetahui
Kepala Sekolah Guru Bahasa
Inggris
.................................. ..................................
NIP : NIP
:
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Permasalahan besar
dalam proses pembelajaran saat ini adalah kurangnya usaha pengembangan berpikir yang menuntun siswa untuk memecahkan
suatu permasalahan. Proses ini lebih banyak mendorong siswa agar dapat
menguasai materi pelajaran supaya dapat
menjawab semua soal ujian yang diberikan. Kenyataan
menunjukkan siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar. Siswa lebih banyak
mendengar dan menulis apa yang diterangkan atau ditulis oleh guru di papan
tulis. Berdasarkan hasil penelitian dari pusat kurikulum (dalam Kaswan, 2004), ternyata metode ceramah dengan guru menulis
di papan tulis merupakan metode yang paling sering digunakan. Hal ini
menyebabkan isi mata pelajaran bahasa inggris
dianggap sebagai bahan hafalan, sehingga siswa tidak menguasai konsep.
Model
pembelajaran yang diduga dapat
menjembatani permasalahan tersebut adalah model pembelajaran inkuiri. Model
inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang menitikberatkan kepada
aktifitas siswa dalam proses belajar. Pembelajaran dengan model inkuiri
pertama kali dikembangkan oleh Richard Suchman tahun 1962 (Joyce, 2000). Ia
menginginkan agar siswa bertanya mengapa suatu peristiwa terjadi, kemudian ia
mengajarkan pada siswa mengenai prosedur dan menggunakan organisasi pengetahuan
dan prinsip-prinsip umum. Siswa melakukan kegiatan, mengumpulkan dan
menganalisa data, sampai akhirnya siswa menemukan jawaban dari pertanyaan itu
Dalam pembelajaran dengan metode inkuiri, siswa terlibat secara mental
maupun fisik untuk memecahkan permasalahan yang diberikan guru. Dengan demikian
siswa akan terbiasa bersikap seperti sikap ilmuan sains yang teliti,
tekun/ulet, objektif/jujur, menghormati pendapat orang lain dan kreatif
3.2 Saran
Kourilsky (Hamalik, 2004), menyatakan bahwa pengajaran berdasarkan
inkuiri berpusat pada siswa dimana siswa dihadapkan ke dalam suatu
masalah kemudian mencari jawaban melalui suatu prosedur yang digariskan secara jelas dan struktural. Dengan
menitikberatkan pada proses menemukan langsung oleh siswa, maka penguasaan
konsep tentang Bahasa Inggris dapat ditingkatkan sehingga kemampuan
pemecahan masalah siswa diharapkan juga dapat meningkat. Dengan keterlibatan
langsung dalam proses pembelajaran diharapkan siswa memiliki kecakapan hidup (life skill). Dengan kecakapan-kecakapan
tersebut ia bisa mengenal potensi diri, eksistensi diri, kecakapan berpikir
baik menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan, yang
kesemuanya bermuara pada kecakapan memecahkan masalah. (Depdiknas, 2004)
Sebagai pengajar, hendaknya kita bisa menggunakan model
pembelajaran
inkuiri ini dengan baik, karena model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan
Potensi intelektual siswa. Hal ini dikarenakan
siswa diberi kesempatan untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari permasalahan yang diberikan dengan pengamatan
dan pengalaman sendiri.
·
Ketergantungan siswa terhadap kepuasan
ekstrinsik bergeser kearah kepuasan intrinsik. Siswa yang telah berhasil
menemukan sendiri sampai dapat memecahkan masalah yang ada akan meningkatkan
kepuasan intelektualnya yang datang dar dalam diri siswa.
·
Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat
penyelidikan karena terlibat langsung dalam proses penemuan.
·
Belajar melalui inkuiri dapat memperpanjang
proses ingatan. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemikiran sendiri akan
lebih mudah diingat.
·
Belajar dengan inkuiri, siswa dapat memahami
konsep-konsep sains dan ide-ide dengan baik.
·
Pengajaran menjadi terpusat pada siswa, salah
satu prinsip psikologi belajar menyatakan bahwa semakin besar keterlibatan
siswa dalam proses pembelajaran, maka semakin besar pula kemampuan belajar
siswa tersebut. Dalam pembelajaran inkuiri tidak hanya ditujukan untuk belajar
konsepkonsep dan prinsipprinsip saja tetapi juga belajar pengarahan diri
sendiri, tanggung jawab, komunikasi dan sebagainya.
·
Proses pembelajaran inkuiri dapat membentuk dan
mengembangkan konsep diri siswa. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran
inkuiri lebih besar, sehingga memberikan kemungkinan kepada siswa untuk
memperluas wawasan dan mengembangkan konsep diri secara baik.
·
Tingkat harapan meningkat, tingkat harapan
merupakan bagian dari konsep diri. Ini berarti bahwa siswa memiliki keyakinan
atau harapan dapat menyelesaikan tugasnya secara mandiri berdasarkan pengalaman
penemuannya.
·
Model pembelajaran inkuiri dapat mengembangkan
bakat. Manusia memiliki berbagai macam bakat, salah satunya adalah bakat
akademik, semakin banyak kebebasan dalam proses pembelajaran maka semakin besar
kemungkinan siswa untuk mengembangkan bakatbakat lainnya, seperti kreatif,
social, dan sebagainya.
·
Model pembelajaran inkuiri dapat menghindarkan
siswa belajar dengan hafalan. Pembelajaran inkuiri menekankan kepada siswa
untuk menemukan makna lingkungan sekelilingnya.
·
Model pembelajaran inkuiri memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mencerna dan mengatur informasi yang didapatkan.
REFERENSI
Sumber:: Internet di unduh hari Kamis 17 Mei 2012 di alamat :
Depdiknas. (2004). Silabus
Kurikulum 2004. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Direktorat Menegah
Hamalik, O.
(2004). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Sinar Grafika
Offset
Joyce, B, Weil,
M. & C. (2000). Model of Teaching. 6th Edition. New Jerseey: Prentice-Hall Inc.
Kaswan. (2004). Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa
Melalui Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri pada Pokok Bahasan Rangkaian
Listrik arus Searah. Tesis pada
SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Ruseffendi, H.E.T. (1998). Statistika
Dasar untuk Penelitian Pendidikan. IKIP Bandung Press, Bandung
Sudjana,
(2005). Penilaian Hasil Proses Belajar
Mengajar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
desain inquirynya di RPP masak gitu om?inquiry mereka menemukan sendiri, ini buku bagus free download: focus on inquiry
BalasHapus