Selasa, 22 Mei 2012

PENERAPAN MODEL INQUIRY TRAINING DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS SD KELAS IV (VOCABULARY : PART OF THE BODY)


BAB I
PENDAHULUAN




1.1  Latar Belakang
Pengenalan bahasa Inggris di sekolah dasar sangat penting. Ada beberapa alasan yang melatar belakangi program ini harus terus dilanjutkan. Alasan yang pertama ialah bahasa Inggris adalah suatu bahasa yang sangat penting dalam dunia internasional khususnya di era globalisasi sekarang ini. Bahasa Inggris dipergunakan sebagai media komunikasi dengan orang lain dari berbagai negara. Menurut pendapat Crystal (2003) bahwa bahasa Inggris tersebar dan dipergunakan hampir seperempat penduduk dunia dan terus akan berkembang menjadi satu setengah trilyun pada awal tahun 2000 an ini. Alasan kedua ialah dengan menguasai bahasa Inggris maka orang akan dengan mudah masuk dan dapat mengakses dunia informasi dan teknologi. Dengan pengenalan bahasa Inggris di sekolah dasar maka siswa akan mengenal dan mengetahui bahasa tersebut lebih awal. Oleh karena itu mereka akan mempunyai pengetahuan dasar yang lebih baik sebelum melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Mata pelajaran  bahasa  Inggris  di  sekolah  dasar  sudah  dilaksanakan  selama kurang lebih 15 tahun. Kebijakan tentang dimungkinkannya pelajaran bahasa Inggris di sekolah  dasar  secara  resmi  dibenarkan  sebab  dilandasi  dengan kebijakan-kebijakan terkait. Kebijakan Depdikbud RI No. 0487/4/1992, Bab VIII, menyatakan bahwa sekolah dasar dapat menambah matapelajaran dalam kurikulumnya, asalkan pelajaran itu tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Kemudian, kebijakan ini disusul oleh SK  Menteri  Pendidikan  dan  Kebudayaan  No.  060/U/1993  tanggal  25  Februari  1993 tentang  dimungkinkannya  program  bahasa  Inggris  di  sebagai  mata pelajaran  muatan lokal  SD,  dan  dapat  dimulai  pada  kelas  4  SD.  Kebijakan  ini  telah  ditanggapi  secara  positif  dan  luas  oleh  masyarakat,  yaitu sekolah-sekolah  dasar  yang  merasa  memerlukan  dan  mampu  untuk  menyelenggarakan pengajaran  bahasa  Inggris.  Dalam  perjalanan  pengembangannya,  bahasa  Inggris  yang semula sebagai matapelajaran muatan lokal pilihan menjadi matapelajaran muatan lokal wajib di beberapa daerah.
Kurikulum mata pelajaran muatan lokal ini tidak disusun oleh Pusat  Kurikulum  Depdiknas  tetapi  dikembangkan  di  tingkat  provinsi.  Oleh  karena  itu, kurikulum tiap daerah berbeda dengan daerah lain, baik mengenai tujuannya maupun materinya (Suyanto, 2001). Dari hasil analisis, Kurikulum Bahasa  Inggris sebagai muatan lokal  yang ada bila benar-benar  kita  cermati  masih  banyak  kelemahannya.  Tujuan  yang  merupakan  salah satu  komponen  penting  pengajaran  bahasa  Inggris  tidak  sesuai  untuk  perkembangan anak usia 6–12 tahun.dalam perkembangannya bahasa inggris merupakan hal yang sangat penting. Bahasa inggris menjadi salah satu bagian dalam pergaulan internasional sehingga bahasa inggris menjadi bagian dasar pada kurikulum yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan hidup siswa.
Sebenarnya tujuan pengajaran bahasa Inggris di Indonesia berbeda dengan tujuan pengajaran  bahasa  Inggris  sebagai  bahasa  kedua  di  negara  di  mana  bahasa  Inggris sebagai  medium  komunikasi.  Bahasa  Inggris  merupakan  bahasa  asing  pertama  yang  wajib  diajarkan  di  SLTP  dan  SMU,  sedangkan  di  SD  merupakan  salah  satu  pelajaran muatan  lokal  yang  sebenarnya  bukan  (atau  belum)  merupakan  mata  pelajaran  wajib.
Tujuan  pengajaran  bahasa  Inggris  mencakup  semua  kompetensi  bahasa,  yaitu: menyimak (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing). Bahasa  Inggris  sangat  berbeda  dengan  bahasa  pertama  anak-anak  (bahasa Indonesia,  Jawa,  Sunda,  dan  bahasa  daerah  yang  lain  di  Indonesia).  Perbedaan kebahasaan  ini  penting  untuk  dipahami  guru  agar  pembelajaran  dapat dipertanggungjawabkan  kebenarannya.  Perbedaan  tersebut  antara  lain:  ucapan,  ejaan, struktur  bahasa,  tekanan  dan  intonasi,  kosakata,  dan  nilai  kultur  bahasa  asing.  Gebhard (1996)  menyatakan  bahwa  kebanyakan  pelajaran  bahasa  Inggris  diarahkan  agar  siswa dapat  menganalisis  dan  memahami  bahasa  Inggris  sehingga  mereka  dapat  lulus  ujian. Kenyataannya  adalah  tidak  ada  atau  sedikit  sekali  kesempatan  bagi  siswa  untuk menerapkan  apa  yang  mereka  pelajari  dalam  situasi  yang  komunikatif  di  luar  sekolah. Pada  umumnya  kelas  bahasa  Inggris  di  Indonesia  lebih  banyak  menekankan  pada “learning about English” bukan “learning how to use English”
Agar pembelajaran bahasa inggris bagi siswa SD bisa mencapai tujuan yang diinginkan,maka proses pembelajaranya perlu dibenahi.Pembenahan tersebut, salah satu di antaranya adalah penerapan Model Inquiry Training pada pembelajaran empat skill dalam bahasa inggris bisa tercapai yaitu dalam skill reading (membaca, specifiknya adalah pengucapan kosa kata),writing (menulis), listening (mendengrakan) dan speaking ( berbicara) .

1.2  Rumusan Masalah
  1. Bagaimana penguasaan konsep siswa dengan penerapan model pembelajaran inkuiri?
  2. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah siswa dengan penerapan pembelajaran inkuiri?
  3. Bagaimana aktivitas siwa dengan model pembelajaran inkuiri yang diterapkan ?
  4. Bagaimanakah penerapan Model Inquiry Training pada pembelajaran bahasa inggris pada kelas 4 SD?
1.3  Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengetahui tentang penguasaan konsep siswa dengan penerapan Model Inquiry Training
  2. Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa dengan penerapan Model Inquiry Training
  3. Untuk mengetahui aktivitas siwa dengan model pembelajaran inkuiri yang diterapkan.
  4. Untuk mengetahui ketercapaian penerapan Model Inquiry Training pada pembelajaran bahasa inggris pada kelas 4 SD.
BAB II
 PEMBAHASAN



2.1 Model Pembelajaran Inquiry Training
Model pembelajaran inquiry training dikembangkan oleh seorang tokoh yang bernama Suchman. Suchman meyakini bahwa anak-anak merupakan individu yang penuh rasa ingin tahu akan segala sesuatu.
Suchman untuk mendukung teori yang mendasari model pembelajaran ini:
1.    Secara alami manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu mencari tahu akan segala sesuatu yang menarik perhatiannya;
2.    Mereka akan menyadari keingintahuan akan segala sesuatu tersebut dan akan belajar untuk menganalisis strategi berpikirnya tersebut;
3.    Strategi baru dapat diajarkan secara langsung dan ditambahkan/digabungkan dengan strategi lama yang telah dimiliki siswa;
4.    Penelitian kooperatif (cooperative inquiry) dapat memperkaya kemampuan berpikir dan membantu siswa belajar tentang suatu ilmu yang senantiasa bersifat tentatif dan belajar menghargai penjelasan atau solusi altematif

Model inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang menitikberatkan kepada aktifitas siswa dalam proses belajar. Pembelajaran dengan model inkuiri pertama kali dikembangkan oleh Richard Suchman tahun 1962 (Joyce, 2000). Ia menginginkan agar siswa bertanya mengapa suatu peristiwa terjadi, kemudian ia mengajarkan pada siswa mengenai prosedur dan menggunakan organisasi pengetahuan dan prinsip-prinsip umum. Siswa melakukan kegiatan, mengumpulkan dan menganalisa data, sampai akhirnya siswa menemukan jawaban dari pertanyaan itu.
Dalam pembelajaran dengan metode inkuiri, siswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan permasalahan yang diberikan guru. Dengan demikian siswa akan terbiasa bersikap seperti sikap ilmuan sains yang teliti, tekun/ulet, objektif/jujur, menghormati pendapat orang lain dan kreatif.
Tujuan utama dari model pembelajaran inquiry training adalah membuat siswa menjalani suatu proses tentang bagaimana pengetahuan diciptakan. Untuk mencapai tujuan ini, siswa dihadapkan pada sesuatu (masalah) yang misterius, belum diketahui, tetapi menarik. Namun, perlu diingat bahwa masalah, tersebut harus didasarkan pada suatu gagasan yang memang dapat ditemukan (discoverable ideas), bukan mengada-ada.
Dalam pengajaran IPA (dalam hal ini fisika), pembelajaran melalui model seperti ini akan membawa dampak besar bagi perkembangan mental positif siswa, sebab melalui pengajaran ini siswa mempunyai kesempatan yang luas untuk mencari dan menemukan sendiri apa yang dibutuhkannya terutama dalam pembelajaran yang bersifat abstrak seperti topik listrik (Winataputra, dalam Kaswan, 2004).
Kourilsky (Hamalik, 2004), menyatakan bahwa pengajaran berdasarkan inkuiri  berpusat pada siswa  dimana siswa dihadapkan ke dalam suatu masalah kemudian mencari jawaban melalui suatu prosedur yang digariskan  secara jelas dan struktural. Dengan menitikberatkan pada proses menemukan langsung oleh siswa, maka penguasaan konsep tentang listrik dinamis dapat ditingkatkan sehingga kemampuan pemecahan masalah siswa diharapkan juga dapat meningkat. Dengan keterlibatan langsung dalam proses pembelajaran diharapkan siswa memiliki kecakapan hidup (life skill). Dengan kecakapan-kecakapan tersebut ia bisa mengenal potensi diri, eksistensi diri, kecakapan berpikir baik menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan, yang kesemuanya bermuara pada kecakapan memecahkan masalah. (Depdiknas, 2004).    
Masalah  adalah situasi yang dialami seseorang sehingga apa yang dialaminya berbeda dengan apa yang secara ideal diinginkannya (Heylighen dalam Haryanto, 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa sesorang yang mempunyai masalah bilamana ada pemisah antara keadaannya dengan apa yang diinginkannya dan dia tidak tahu bagaimana menghilangkan pemisah tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia selalu dihadapkan dengan berbagai macam masalah, yang memerlukan kita untuk mencari jalan keluar dengan berbagai keterampilan dan kemampuan untuk memecahkannya. Russeffendi (Osarizalsyam, 2006) menyatakan bahwa pemecahan masalah  adalah pendekatan yang bersifat umum yang lebih mengutamakan proses dari pada hasil.
Riset telah membuktikan mengenai proses pemecahan masalah. Gerace, J. W. et al (2005), mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah seorang siswa tidak hanya tergantung pada tingkat kematangannya tetapi juga ditentukan dari permasalahan yang mereka sendiri mengalaminya. Ia menyimpulkann bahwa kemampuan untuk memecahkan suatu masalah, tidak hanya ditentukan oleh pola pikir melainkan dipengaruhi oleh kerja atau pelatihan.
Dengan demikian pembelajaran yang bernuansa pemecahan masalah harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu merangsang siswa untuk berfikir dan mendorong menggunakan pikirannya secara sadar untuk memecahkan masalah. Belajar pemecahan masalah pada hakekatnya  adalah belajar berpikir (learning to think) atau belajar bernalar (learning to reason), yaitu berpikir  atau bernalar mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah dijumpai
Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang strategi pemecahan masalah diantaranya Mettes (Arifin, 1984), menyatakan tahap-tahap dalam memecahkan masalah yaitu: tahap analisa, tahap perencanaan, tahap pemecahan masalah, tahap melakukan perhitungan, dan tahap pengecekan. Sedangkan Menurut Polya (Hudoyo, 1979) mengatakan bahwa pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan ke luar dari suatu kesulitan mencapai suatu tujuan  yang tidak begitu saja dengan serta-merta dapat dicapai. Selanjutnya ia mengatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual yang sangat tinggi. Heller, et. al. (Huffman, 1997) mengatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah (problem solving)  yang dihadapi siswa dalam ilmu fisika dapat dilakukan dengan memberikan strategi bagaimana memecahkan masalah tersebut. Dalam penelitian ini strategi pemecahan masalah yang digunakan adalah strategi pemecahan masalah yang dikembangkan oleh Heler, et.al yang dikembangkan dengan beberapa tahapan.
Tahap-tahap pemecahan masalah yang dikembangkan oleh Heler, et.al (Huffman, 1997) mengacu pada lima tahapan meliputi:
1.      Memfokuskan masalah (focus the problem)
2.      Menguraikan secara konsep fisika (describe the physics)
3.      Merencanakan solusi (plan the solution)
4.      Melaksanakan rencana pemecahan masalah (execute the plan
5.   Memberikan evaluasi pada solusi (evaluate the solution)
Beberapa karakteristik yang menandai kegiatan inkuiri ialah: (1) siswa mengembangkan kemampuannya dalam melakukan observasi khusus untuk membuat inferensi, (2) sasaran belajar adalah proses pengamatan kejadian, obyek dan data yang kemudian mengarahkan pada perangkat generalisasi yang sesuai, (3) guru hanya mengontrol ketersediaan materi dan menyarankan materi inisiasi, (4) dari materi yang tersedia siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan tanpa bimbingan guru, (5) ketersediaan materi di dalam kelas menjadi penting agar kelas dapat berfungsi sebagai laboratorium, (6) kebermaknaan didapatkan oleh siswa melalui observasi dan inferensi serta melalui interaksi dengan siswa lain, (7) guru tidak membatasi generalisasi yang dibuat oleh siswa, dan (8) guru mendorong siswa untuk mengkomunikasikan generalisasi yang dibuat sehingga dapat bermanfaat bagi semua siswa dalam kelas.
Langkah pembelajaran inkuri, merupakan suatu siklus yang dimulai dari:
1. Observasi atau pengamatan terhadap berbagai fenomena alam
2. Mengajukan pertanyaan tentang fenomena yang dihadapi
3. Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban
4. Mengumpulkan data yang terkait dengan pertanyaan yang diajukan
5. Merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data.
Sasaran pembelajaran yang dapat dicapai dengan penerapan inkuiri adalah:
Sasaran kognitif
1. Memahami bidang khusus dari materi pelajaran
2. Mengembangkan keterampilan proses sains
3. Mengembangkan kemampuan bertanya, memecahkan masalah dan melakukan
    percobaan
4. Menerapkan pengetahuan dalam situasi baru yang berbeda.
5. Mengevaluasi dan mensintesis informasi, ide dan masalah baru
6. Memperkuat keterampilan berpikir kritis
Sasaran afektif
1. Mengembangkan minat terhadap pelajaran dan bidang ilmu
1. Memperoleh apresiasi untuk pertimbangan moral dan etika yang relevan
    dengan bidang ilmu tertentu.
2. Meningkatkan intelektual dan integritas
3. Mendapatkan kemampuan untuk belajar dan menerapkan materi pengetahuan.
Pendekatan inquiry harus memenuhi empat kriteria ialah kejelasan, kesesuaian ketepatan dan kerumitannya. Setelah guru mengundang siswa untuk mengajukan masalah yang erat hubungannya dengan pokok bahasan yang akan diajarkan, siswa akan terlibat dalam kegiatan inquiry dengan melalui 5 fase ialah:
Fase 1 :
Siswa menghadapi masalah yang dianggap oleh siswa memberikan tantangan untuk diteliti.
Fase 2 :
Siswa melakukan pengumpulan data untuk menguji kondisi, sifat khusus dari objek teliti dan pengujian terhadap situasi masalah yang dihadapi.
Fase 3 :
Siswa mengumpulkan data untuk memisahkan variabel yang relevan, berhipotesis dan bereksperimen untuk menguji hipotesis sehingga diperoleh hubungan sebab akibat.
Fase 4 :
Merumuskan penemuan inquiry hingga diperoleh penjelasan, pernyataan, atau prinsip yang lebih formal.
Fase 5 :
Melakukan analisis terhadap proses inquiry, strategi yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Analisis diperlukan untuk membantu siswa terarah pada mencari sebab akibat

2.2    Kelemahan dan Kelebihan Model Inquiry Trainig
Awalnya model pembelajaran inquiry training digunakan untuk mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan alam, tapi dapat digunakan untuk semua mata pelajaran. Model ini sangat penting untuk mengem-bangkan nilai dan sikap yang sangat dibutuhkan agar siswa mampu berpikir ilmiah, seperti:
  1. Keterampilan melakukan pengamatan, pengumpulan dan pengorganisasian data termasuk merumuskan dan menguji hipotesis serta menjelaskan fenomena,
  2. Kemandirian belajar,
  3. Keterampilan mengekspresikan secara verbal,
  4. Kemampuan berpikir logis, dan
  5. Kesadaran bahwa ilmu bersifat dinamis dan tentative
Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari pembelajaran dengan metode inkuiri ini, diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Bruner (Amin, 1987) sebagai berikut:
1.     Siswa akan memahami konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih baik
2.     Membantu dalam menggunakan daya ingat dan transfer pada situasi-situasi   
proses belajar yang baru
3.     Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri.
4.    Mendorong siswa untuk berpikir inisiatif dan merumuskan hipotesisnya
     sendiri.
5.    Memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik
6.    Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang
Dalam pembelajaran bidang Sains, model ini sampai sekarang masih tetap dianggap sebagai metode yang cukup efektif. Joko menyebutkan dari David L. Haury dalam artikelnya, Teaching Science Through Inquiry (1993) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred Novak : inquiry merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu. Dengan kata lain, inquiry berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif yang fokus pada pencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu.
Model menggambarkan tingkat terluas dari praktek pendidikan dan berisikan orientasi filosofi pembelajaran. Model digunakan untuk menyeleksi dan menyusun strategi pengajaran, metode, keterampilan, dan aktivitas siswa untuk memberikan tekanan pada salah satu bagian pembelajaran (topik konten). "Inquiry" didefinisikan sebagai upaya untuk mencari kebenaran, pengetahuan, atau upaya untuk mencari informasi melalui serangkaian pertanyaan.
Sebuah peribahasa berbahasa Inggris : "Tell me and I forget, show me and I remember, involve me and I understand." Hal yang disebutkan pada kalimat terakhir, “involve me and I understand” adalah salah satu dasar pemikiran dalam model inquiry training. Keterlibatan siswa dalam porsi yang cukup besar amat menentukan kepahaman siswa dalam materi pembelajaran tersebut. Model inquiry merupakan model pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar.
Alasan rasional penggunaan model inquiry adalah bahwa siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai Sains dan akan lebih tertarik terhadap Sains jika mereka dilibatkan secara aktif dalam “melakukan” Sains. Perlu diketahui bahwa investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang punggung inquiry. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep Sains dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Diyakini bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berfikir ilmiah tersebut.
Di dalam pembelajaran konvensional yang sebelumnya kita kenal, siswa diarahkan sedemikian rupa sehingga siswa menjadi sedikit bertanya dan kurang kreatif mengelola rasa ingin tahunya. Penyampaian materi ajar dirancang oleh guru tanpa memperhatikan keterlibatan siswa dalam mencaritahu sendiri apa yang ingin diketahuinya tentang suatu topic bahasan. Beberapa hal yang menyebabkannya adalah kurangnya pemahaman pendidik atau guru dalam memahami model inquiry training bahkan tidak mengetahuinya sama sekali.
Perlu juga ditekankan bahwa inquiry training tidak hanya sekedar memancing siswa untuk mengemukakan pertanyaan melainkan lebih dari itu. Kompleksitas inquiry terjadi melalui proses keterlibatan siswa dalam mengumpulkan informasi atau data yang kemudian dimanfaatkannya sebagai bentuk pengetahuan baru. Proses ini lahir dari rasa penasaran atau rasa ingin tahunya untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.
Menurut penelitian Iklima (2011), model pembelajaran inquiry training memberi kesempatan siswa untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar di dalam kelas. Keaktifan tersebut meliputi keaktifan dalam mengajukan dan menjawab pertanyaan, melakukan eksperimen, dan diskusi kelompok.
Proses pelaksanaan pembelajaran dengan model inquiry training diawali dengan tahapan konfrontasi dengan masalah, pengumpulan dan verifikasi data, pengumpulan data-eksperimentasi, mengorganisasi dan merumuskan penjelasan, serta menganalisis proses inquiry.
Berdasarkan hasil penelitian Arief (2010) yang menggunakan metode eksperimen dalam penelitiannya, penggunaan model inquiry training dalam belajar fisika memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar siswa, adanya kreativitas tinggi, dan sikap ilmiah tinggi.
Menurut penelitian Joko, juga menyebutkan bahwa model inquiry dalam belajar Sains memiliki pengaruh yang tinggi terhadap motivasi belajar siswa. Akhirnya Joko menyimpulkan bahwa berdasarkan penjabaran kelima komponen dalam metode inquiry ditinjau dari berbagai teori tentang motivasi dan rasa ingin tahu (curiosity) terlihat bahwa model inquiry memberikan kesempatan meningkatnya motivasi belajar siswa.
Model inquiry membantu perkembangan antara lain scientific literacy dan pemahaman proses-proses ilmiah, pengetahuan vocabulary dan pemahaman konsep, berpikir kritis, dan bersikap positif. Dapat disebutkan bahwa model inquiry tidak saja meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam Sains saja, melainkan juga membentuk sikap keilmiahan dalam diri siswa.
Adapun peranan guru dalam pembelajaran dengan model inquiry adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi.
 
2.3 Penerapan Model Inquiry Training pada pembelajaran Bahasa Inggris
     (Vocabulary: Part of the Body)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)


NAMA SEKOLAH               : SD_____________________
Mata Pelajaran                        : Bahasa Inggris
Kelas/Semester                        : IV/1
Standar Kompetensi              
Mendengarkan                        : 5.  Memahami instruksi sangat sederhana dengan  
                                                        tindakan dalam konteks kelas
Berbicara                                 :  6.  Mengungkapkan instruksi dan informasi sangat sederhana dalam konteks kelas
Kompetensi Dasar                   : 5.1. Merespon dengan melakukan tindakan sesuai
                                                          dengan instruksi secara berterima dalam
                                                          konteks kelas dan dalam berbagai permainan.
                                                   5.2. Merespon instruksi sangat sederhana secara
                                                          verbal  
   6.1. Menirukan ujaran dalam ungkapan sangat
          sederhana secara berterima.
   6.2. Bercakap-cakap untuk menyertai tindakan
          secar berterima yang melibatkan tindak tutur:
          memberi contoh melakukan sesuatu dan
          memberi aba-aba
Indikator Kompetensi Dasar:
  1. Kognitif
a.    Produk
·      Mencatat  bagian-bagian tubuh (parts of body) dalam bahasa Inggris
·      Menjodohkan antara bagian-bagian dari tubuh (parts of body) dengan fungsinya
b.    Proses
·      Melihat dan mendengarkan slide show tentang parts of body
·      Mendengarkan penjelasan guru tentang bagian-bagian tubuh (parts of body)
·      Mencatat bagian-bagian tubuh (parts of body) beserta fungsinya dalam bahasa Inggris
  1. Psikomotor
·      Menyebutkan bagian-bagian tubuh (parts of body) beserta fungsinya dalam bahasa Inggris
·      Menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru
·      Membuat kesimpulan dari bagian-bagian tubuh beserta fungsinya
  1. Afektif, Karakternya:
·      Percaya diri
·      Disiplin
·      Tanggung Jawab
  1. Keterampilan Sosial
·      Bertanya
·      Meyumbangkan Ide
·      Menjadi pendengar yang baik
·      Menghargai pendapat orang lain
·      Komunikatif
                                  
Alokasi Waktu                        : 2 x 35 menit

Tujuan Pembelajaran
1.    Kognitif
a.    Produk
·      Siswa dapat mencatat  bagian-bagian tubuh (parts of body) dalam bahasa Inggris
·      Siswa dapat menjodohkan antara bagian-bagian dari tubuh (parts of body) dengan fungsinya
b.    Proses
·      Siswa dapat mendengarkan penjelasan guru tentang bagian-bagian tubuh (parts of body)
·      Siswa dapat mencatat bagian-bagian tubuh (parts of body) beserta fungsinya dalam Bahasa Inggris
2.    Psikomotor
·      Siswa dapat menyebutkan bagian-bagian tubuh (parts of body) beserta fungsinya dalam bahasa inggris
·      Siswa dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru
·      Siswa dapat membuat kesimpulan dari bagian-bagian tubuh beserta fungsinya
3.    Afektif
a.       Karakter
·      Terlibat dalam proses belajar mengajar yang berpusat pada siswa, siswa menunjukkan karakter percaya diri, disiplin dan tanggung jawab
b.      Keterampilan social
                   Terlibat dalam proses belajar mengajar yang berpusat pada siswa, paling tidak siswa dinilai membuat kemajuan dalam menunjukkan keterampilan sosial bertanya, menghargai pendapat orang lain, komunikatif,menyumbangkan ide dan menjadi pendengar yang baik

Karakter siswa yang diharapkan :
Dapat dipercaya ( Trustworthines)
Rasa hormat dan perhatian ( respect )
Tekun ( diligence )
Tanggung jawab ( responsibility )
Berani ( courage )

Metode Pembelajaran             : 1.   Siswa melengkapi jumble words (kata rumpang)
                                                  2.   Siswa mencocokkan gambar dengan kata yang dilihat
                                                  3.   Siswa melengkapi fungsi anggota tubuh dengan verb

Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran:
  1. Kegiatan Pendahuluan
Apersepsi  dan Motivasi :
·  Guru mengawali pelajaran dengan menayangkan suatu gambar dan memberikan pertanyaan kepada murid tentang gambar tersebut
·  Guru dapat meminta siswa untuk mengikuti ucapan-ucapan yang mereka dengar dari gambar yang ditayangkan.

2.      Kegiatan Inti
& Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
F Siswa diminta mengisi kata-kata rumpang dari cross word yang telah disediakan.
F Pada cross word, terdapat kata tentang bagiang tubuh yang perlu dilengkapi.
& Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
F Siswa diminta bekerja sama dengan yang teman sekelompoknya untuk menebak isi dari kata rumpang yang masih kosong.
F Pada saat mendengar, siswa mengucapkan ulang kata yang didengar dari gambar yang dilihat.

& Konfirmasi
 Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
F Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa
F Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan  dan penyimpulan
3.  Kegiatan Penutup
      Dalam kegiatan penutup, guru:
F Guru membahas jawaban siswa secara bersama-sama. Sebelumnya, guru dapat meminta siswa untuk membandingkan jawabannya dengan teman yang duduk di sebelahnya.
F Jawaban tidak hanya harus benar, tetapi siswa juga harus dapat menulis dengan ejaan yang benar
F Guru meminta siswa untuk memperagakan ucapan-ucapan yang baru mereka lengkapi dengan teman-temannya. Siswa dapat melakukannya di tempat duduk masing-masing.
F Selama siswa melakukan kegiatan ini, guru mengitari siswa dan memastikan siswa memperagakan ucapan dengan benar.

Alat/Sumber Belajar:
  1. Buku teks Let’s Make Friends with English, Bambang Sugeng, jilid 4, Esis
  2. Gambar-gambar atau benda-benda yang berkaitan dengan materi ajar
  3. Slide show parts of the body
  4. Buku-buku lain yang relevan
  5. Script kata rumpang

Penilaian:
Indikator Pencapaian
Kompetensi
Teknik Penilaian
Bentuk Instrumen
Instrumen/ Soal
§ Merespon dengan melengkapi kata-kata rumpang yang masih kosong



§ Merespon dengan mengucapkan dengan benar dari gambar yang ada

·  Tes  tulis






·  Unjuk kerja

·  Melengkapi dialog





·  Responding
Complete these jumble words
1. H _ _ D
2. A _ _
3. _ O _E
4. _ LB_W
5. K _ _ E
.
Look and Listen, after that pronounce it well!

(terdapat gambar yang harus diucapkan siswa dengan benar)


FORMAT KRITERIA PENILAIAN      
&  Produk ( hasil diskusi )
No.
Aspek
Kriteria
Skor
1.
Konsep
* semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah

4
3
2
1


&  Performansi
No.
Aspek
Kriteria
Skor
1.



2.



3.
Pengetahuan



Praktek



Sikap
* Pengetahuan
* kadang-kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan

* aktif  Praktek
* kadang-kadang aktif
* tidak aktif

* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap
4
2
1

4
2
1

4
2
1

&   LEMBAR PENILAIAN
No
Nama Siswa
Performan
Produk
Jumlah
Skor
Nilai
Pengetahuan
Praktek
Sikap
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.








   CATATAN :
  Nilai = ( Jumlah skor : jumlah skor maksimal ) X 10.
@ Untuk siswa yang tidak memenuhi syarat penilaian KKM maka diadakan Remedial

                                                                                        ............, ......................20 ...
Mengetahui                                                                           
Kepala Sekolah                                                             Guru  Bahasa Inggris


..................................                                                      ..................................
NIP :                                                                               NIP :


BAB III
PENUTUP



3.1 Simpulan
            Permasalahan besar dalam proses pembelajaran saat ini adalah kurangnya usaha pengembangan  berpikir yang menuntun siswa untuk memecahkan suatu permasalahan. Proses ini lebih banyak mendorong siswa agar dapat menguasai materi pelajaran supaya  dapat menjawab semua soal ujian yang diberikan. Kenyataan menunjukkan siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar. Siswa lebih banyak mendengar dan menulis apa yang diterangkan atau ditulis oleh guru di papan tulis. Berdasarkan hasil penelitian dari pusat kurikulum (dalam Kaswan, 2004), ternyata metode ceramah dengan guru menulis di papan tulis merupakan metode yang paling sering digunakan. Hal ini menyebabkan isi mata pelajaran bahasa inggris dianggap sebagai bahan hafalan, sehingga siswa tidak menguasai konsep.
            Model pembelajaran yang diduga  dapat menjembatani permasalahan tersebut adalah model pembelajaran inkuiri. Model inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang menitikberatkan kepada aktifitas siswa dalam proses belajar. Pembelajaran dengan model inkuiri pertama kali dikembangkan oleh Richard Suchman tahun 1962 (Joyce, 2000). Ia menginginkan agar siswa bertanya mengapa suatu peristiwa terjadi, kemudian ia mengajarkan pada siswa mengenai prosedur dan menggunakan organisasi pengetahuan dan prinsip-prinsip umum. Siswa melakukan kegiatan, mengumpulkan dan menganalisa data, sampai akhirnya siswa menemukan jawaban dari pertanyaan itu
            Dalam pembelajaran dengan metode inkuiri, siswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan permasalahan yang diberikan guru. Dengan demikian siswa akan terbiasa bersikap seperti sikap ilmuan sains yang teliti, tekun/ulet, objektif/jujur, menghormati pendapat orang lain dan kreatif
3.2 Saran
            Kourilsky (Hamalik, 2004), menyatakan bahwa pengajaran berdasarkan inkuiri  berpusat pada siswa  dimana siswa dihadapkan ke dalam suatu masalah kemudian mencari jawaban melalui suatu prosedur yang digariskan  secara jelas dan struktural. Dengan menitikberatkan pada proses menemukan langsung oleh siswa, maka penguasaan konsep tentang Bahasa Inggris dapat ditingkatkan sehingga kemampuan pemecahan masalah siswa diharapkan juga dapat meningkat. Dengan keterlibatan langsung dalam proses pembelajaran diharapkan siswa memiliki kecakapan hidup (life skill). Dengan kecakapan-kecakapan tersebut ia bisa mengenal potensi diri, eksistensi diri, kecakapan berpikir baik menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan, yang kesemuanya bermuara pada kecakapan memecahkan masalah. (Depdiknas, 2004)     
Sebagai pengajar, hendaknya kita bisa menggunakan model pembelajaran
inkuiri ini dengan baik, karena  model pembelajaran inkuiri  dapat meningkatkan
  Potensi intelektual siswa. Hal ini dikarenakan siswa diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari permasalahan yang diberikan dengan pengamatan dan pengalaman sendiri.
·      Ketergantungan siswa terhadap kepuasan ekstrinsik bergeser kearah kepuasan intrinsik. Siswa yang telah berhasil menemukan sendiri sampai dapat memecahkan masalah yang ada akan meningkatkan kepuasan intelektualnya yang datang dar dalam diri siswa.
·      Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat penyelidikan karena terlibat langsung dalam proses penemuan.
·      Belajar melalui inkuiri dapat memperpanjang proses ingatan. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemikiran sendiri akan lebih mudah diingat.
·      Belajar dengan inkuiri, siswa dapat memahami konsep­-konsep sains dan ide­-ide dengan baik.
·      Pengajaran menjadi terpusat pada siswa, salah satu prinsip psikologi belajar menyatakan bahwa semakin besar keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, maka semakin besar pula kemampuan belajar siswa tersebut. Dalam pembelajaran inkuiri tidak hanya ditujukan untuk belajar konsep­konsep dan prinsip­prinsip saja tetapi juga belajar pengarahan diri sendiri, tanggung jawab, komunikasi dan sebagainya.
·      Proses pembelajaran inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri siswa. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran inkuiri lebih besar, sehingga memberikan kemungkinan kepada siswa untuk memperluas wawasan dan mengembangkan konsep diri secara baik.
·      Tingkat harapan meningkat, tingkat harapan merupakan bagian dari konsep diri. Ini berarti bahwa siswa memiliki keyakinan atau harapan dapat menyelesaikan tugasnya secara mandiri berdasarkan pengalaman penemuannya.
·      Model pembelajaran inkuiri dapat mengembangkan bakat. Manusia memiliki berbagai macam bakat, salah satunya adalah bakat akademik, semakin banyak kebebasan dalam proses pembelajaran maka semakin besar kemungkinan siswa untuk mengembangkan bakat­bakat lainnya, seperti kreatif, social, dan sebagainya.
·      Model pembelajaran inkuiri dapat menghindarkan siswa belajar dengan hafalan. Pembelajaran inkuiri menekankan kepada siswa untuk menemukan makna lingkungan sekelilingnya.
·      Model pembelajaran inkuiri memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencerna dan mengatur informasi yang didapatkan.



REFERENSI


Sumber:: Internet di unduh hari Kamis 17 Mei 2012 di alamat :

Depdiknas. (2004). Silabus Kurikulum 2004. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Direktorat Menegah

Hamalik, O. (2004). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Sinar Grafika Offset

Joyce, B, Weil, M. & C. (2000). Model of Teaching. 6th Edition. New Jerseey: Prentice-Hall Inc.

Kaswan. (2004). Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa Melalui Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri pada Pokok Bahasan Rangkaian Listrik arus Searah. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Ruseffendi, H.E.T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. IKIP Bandung Press,  Bandung

Sudjana, (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

1 komentar:

  1. desain inquirynya di RPP masak gitu om?inquiry mereka menemukan sendiri, ini buku bagus free download: focus on inquiry

    BalasHapus